BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu perkembangan manusia yang dikenal saat ini, konon merupakan produk dan hasil penelitian Barat. Asumsi ini sangat mendominasi dan telah menjadi wacana umum. Padahal Al Qur’an dan Sunnah Nabi telah menerangkan siklus perkembangan manusia sejak masih berupa sel telur, embrio dalam rahim, sampai ia mencapai episode terakhir dari kehidupannya sebagai manusia di bumi ini. Selain mengangkat tentang fase-fase tersebut, Al Qur’an dan Sunnah juga menetapkan bimbingan dan pengarahan untuk setiap fase itu, agar manusia senantiasa berada di jalur yang benar, bebas dari penyimpangan.
Ajaran penyusuan anak ar-radhâ’ah secara eksplisit dan tegas dikemukakan di dalam Kitab Suci al-Qur’ân dan kemudian mendapatkan penjelasan dari hadits Nabi SAW. Namun sebagaimana umumnya ayat dalam al-Qur’ân, ajaran itu masih membuka ruang interpretasi tafsir yang luas. Hampir semua kitab fiqh dari pelbagai madzhab membahas topik ar-radhâ’ah dalam pasal tersendiri di bawah pembahasan bab “nikâh”.
Namun, pembahasan mereka umumnya berkisar pada dua hal pokok. Pertama, pembahasan tentang teknis penyusuan yang menyebabkan menjadi mahram haram dinikahi. Kedua, pembahasan mengenai hubungan upah penyusuan diantara pihak-pihak terkait. Sementara posisi persusuan sebagai hak anak haqq ar-radhî’ untuk menjamin kesehatan dan cara hidup yang baik, serta perlindungan kesehatan bagi ibu yang menyusui haqq al-murdhi’ah belum banyak disinggung, bahkan terkesan tak dipikirkan.
B. Rumusan Masalah
1. Definisi Radha'ah
2. Hadits Tentang Radha'ah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Radha'ah
Radha’ah (Penyusuan) dari segi bahasa adalah perbuatan menghisap tetek dan meminum susunya. Adapun dari segi istilah adalah perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan susu seseorang perempuan atau susu yang masuk kedalam perut dan mengesani otak seorang anak.
Ar-radhâ’ah atau ar-ridhâ’ah adalah sebuah istilah bagi isapan susu, baik isapan susu manusia maupun susu binatang. Dalam pengertian etimologis tidak dipersyaratkan bahwa yang disusui itu ar-radhî’ berupa anak kecil bayi atau bukan. Adapun sebagian ulama fiqh mendefinisikan ar-radhâ’ah sebagai berikut:
“Sampainya masuknya air susu manusia perempuan ke dalam perut seorang anak bayi yang belum berusia dua tahun, 24 bulan.” Mencermati pengertian ini, ada tiga unsur batasan untuk bisa disebut ar-radhâ’ah asy-syar’iyyah persusuan yang berlandaskan etika Islam. Yaitu, pertama, adanya air susu manusia labanu adamiyyatin.
Air susu itu masuk ke dalam perut seorang bayi wushûluhu ilâ jawfi thiflin. Dan ketiga, bayi tersebut belum berusia dua tahun dûna al-hawlayni. Dengan demikian, rukun ar-radhâ’ah asy-syar’iyyah ada tigaunsur: pertama, anak yang menyusu ar-radhî’; kedua, perempuan yang menyusui al-murdhi’ah dan ketiga, kadar air susu miqdâr al-laban yang memenuhi batas minimal.
Suatu kasus qadhiyyah bisa disebut ar-radhâ’ah asy-syar’iyyah, dan karenanya mengandung konsekuensi-konsekuensi hukum yang harus berlaku, apabila tiga unsure ini bisa ditemukan padanya. Apabila salah satu unsur saja tidak ditemukan, maka arradhâ’ah dalam kasus itu tidak bisa disebut ar-radhâ’ah asy-syar’iyyah, yang karenanya konsekuensi-konsekuensi hukum syara’ tidak berlaku padanya. Adapun perempuan yang menyusui itu disepakati oleh para ulama mujma‘alayh bisa perempuan yang sudah baligh atau juga belum, sudah menopause atau juga belum, gadis atau sudah nikah, hamil atau tidak hamil. Semua air susu mereka bias menyebabkan ar-radhâ’ah asy-syar’iyyah, yang berimplikasi pada kemahraman bagi anak yang disusuinya.
B. Hadits Tentang Radha'ah
1. Haram Karena Susuan Apa-apa Yang Haram Karna Hubungan Nasab
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ عِنْدَهَا وَأَنَّهَا سَمِعَتْ صَوْتَ رَجُلٍ يَسْتَأْذِنُ فِي بَيْتِ حَفْصَةَ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا رَجُلٌ يَسْتَأْذِنُ فِي بَيْتِكَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرَاهُ فُلَانًا لِعَمِّ حَفْصَةَ مِنْ الرَّضَاعَةِ قَالَتْ عَائِشَةُ لَوْ كَانَ فُلَانٌ حَيًّا لِعَمِّهَا مِنْ الرَّضَاعَةِ دَخَلَ عَلَيَّ فَقَالَ نَعَمْ الرَّضَاعَةُ تُحَرِّمُ مَا تُحَرِّمُ الْوِلَادَة ُ. رواه البخاري
Dari Aisyah RA, bahwa suatu ketika Rasulullah berada dirumah Aisyah. Saat itu Aisyah mendengar suara laki-laki yang meminta izin masuk kerumah Hafshah. Aisyah berkata , “Ya Rasulullah! laki-laki itu meminta izin kerumah engkau .” lalu beliau menjawab, “aku lihat dia adalah anak si fulan, (anak paman Hafshah dari saudara susuan)”. kata Aisyah,” aku berkata, “wahai Rasulullah! seandainya fulan hidup (paman Aisyah dari saudaran susuan) apakah dia boleh masuk kerumahku?” beliau menjawab, “ Ya boleh, karna susuan itu menyebabkan mahram sebagaimana hubungan kelahiran.” (HR. Bukhari)
عن أم حبيبة بنت أبي سفيان قالت دخل علي رسول الله صلى الله عليه و سلم فقلت له هل لك في أختي بنت أبي سفيان ؟ فقال أفعل ماذا ؟ قلت تنكحها قال أو تحبين ذلك ؟ قلت لست لك بمخلية وأحب من شركني في الخير أختي قال فإنها لا تحل لي قلت فإني أخبرت أنك تخطب درة بنت أبي سلمة قال بنت أم سلمة ؟ قلت نعم قال لو أنها لم تكن ربيبتي في حجري ما حلت لي إنها ابنة أخي من الرضاعة أرضعتني وأباها ثويبة فلا تعرضن علي بناتكن ولا أخواتكن. رواه مسلم
Dari Ummu Habibah binti Abu Sufyan RA, dia berkata,” Rasulullah SAW masuk kerumahku, lalu aku bertanya kepada beliau, “apakah engkau berminat terhadap saudariku, binti Sufyan?” lalu beliau bertanya, “apa yang akan aku lakukan?”, Ummu Habibah berkata, “Ya engkau nikahi!”, beliau bertanya, “engkau senang hal itu?”, Ummu Habibah berkata,”aku tidak berbasa-basi dengan engkau, dan aku lebih senang jika orang yang bersamaku dalam kebaikan adalah saudara perempuanku sendiri.” beliau berkata, “Dia tidak halal aku nikahi.” Aku (Ummu Habibah) berkata, “aku mendengar kabar bahwa engkau melamar Durrah binti Abu Salamah.” Rasulullah SAW menjawab, “Putri Abu Salamah?.” Aku katakan, “Ya.” beliau berkata, “Seandainya dia bukan anak tiriku yang berada dalam asuhanku, maka ditetap tidak halal aku nikahi, karna dia adalah putri saudara laki-lakiku dari hubungan susuan. Tsuwaibah pernah menyusuiku dan ayah Durrah. oleh karna itu janganlah kalian menawarkan anak-anak perempuan kalian dan saudara-saudara perempuan kalian!.”
عن عائشة قالت جاء عمي من الرضاعة يستأذن علي فأبيت أن آذن له حتى أستأمر رسول الله صلى الله عليه و سلم فلما جاء رسول الله صلى الله عليه و سلم قلت إن عمي من الرضاعة استأذن علي فأبيت أن آذن له فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم: فليلج عليك عمك قلت إنما أرضعتني المرأة ولم يرضعني الرجل قال إنه عمك فليلج عليك (رواه مسلم(
Dari Aisyah bahwasanya dia berkata, “Pamanku dari susuan datang, lalu meminta izin masuk kerumahku, namun aku tidak memberi izin kepadanya, sehingga aku mohon petunjuk kepada Rasulullah SAW, tatkala Rasulullah SAW datang aku kabarkanlah kepadanya sesungguhnya pamanku dari hubungan susuan telah minta izin untuk masuk kerumahku, namun aku tidak mengizinkannya.” lalu Rasulullah bersabda, “Persilakanlah pamanmu masuk kerumahmu!” aku tanyakan “tapi yang menyusuiku adalah perempuan bukan laki-laki?.” beliau bersabda. “Dia adalah pamanmu persilakanlah dia masuk kerumahmu.”.(Riwayat Muslim)
Dari beberapa hadis diatas dapat diambil istimbat hukum bahwa orang-orang yang diharamkam karna susuan ada tujuh orang yakni:
1. Ibu susuan
2. Saudara perempuan susuan
3. Anak perempuan
4. Saudara dari ayah susuan
5. Saudara perempuan dari ibu
6. Anak perempuan dari saudara laki-laki
7. Anak perempuan dari saudara perempuan
Selain itu juga dari keterangan hadi diatas menunjukkan bahwa kerabat-kerabat ibu susu menjadi kerabat bagi anak susuannya. Akan tatapi kerabat anak susuan tidak menjadi kerabat bagi ibu susuan.
2. Bilangan Susuan yang Dapat Mengharamkan
عن أم الفضل قالت دخل أعرابي على نبي الله صلى الله عليه و سلم وهو في بيتي فقال يا نبي الله إني كانت لي امرأة فتزوجت عليها أخرى فزعمت امرأتي الأولى أنها أرضعت امرأتي الحدثي رضعة أو رضعتين فقال نبي الله صلى الله عليه و سلم : لا تحرم الإملاجة والإملاجتان .رواه مسلم
Dari Ummu Fadhl Mengatakan bahwa “Seorang Arab pedalaman datang kepada Nabi yang ketika itu beliau ada dirumahku, lalu orang itu berkata, “Wahai Nabi! Saya mempunyai seorang isteri, lalu saya menikah lagi. Kemudian Isteriku yang meyakini bahwa dia pernah menyusui isteriku yang muda dengan sekali atau dua kali susuan?.” Nabi SAW bersabda: “ Sekali hisapan dan Dua kali Hisapan tidaklah menjadikan mahram.”(HR. Muslim)
عائشة أنها قالت كان فيما أنزل من القرآن عشر رضعات معلومات يحرمن ثم نسخن بخمس معلومات فتوفي رسول الله صلى الله عليه و سلم وهن فيما يقرأ من القرآن .رواه مسلم
Aisyah RA berkata, semua susuan yang menyebabkan kemuhriman adalah sepuluh kali susuan seperti yang tersebut di sebagian ayat Al Qur’an . kemudian dinasakh menjadi lima susuan oleh ayat Al Qur’an. Setelah itu Rasulullah wafat dan ayat-ayat Al Qur’an tetap dibaca seperti itu.” (HR. Muslim).
Dari beberapa hadis diatas ada beberapa hal yang dapat kita garis bawahi, antara lain adalah:
1. Sekali atau dua kali hisapan atau susuan tidaklah mengakibatkan terjadinya mahram.
2. Yang mengakibatkan Mahram adalah tiga kali hisapan atau susuan. ini berdasarkan hadis yang disampaikan Ummu Fadhl, dan pendapat ini adalah dari Abu Tsaur, Ibnu Munzir, dan Daud serta Ahmad dalam suatu riwayat lain.
3. Yang dapat mengakibatkan Mahram adalah lima kali Susuan keatas. ini yang dikemukakan beberapa Ulama dikalangan Sahabat seperti, Ibnu Mas’ud, Ibnu Zubair, Atha’, dan Thawus, serta ulama Mazhab Yaittu Asy-Syafi’I, dan Ahmad. ini berdasarkan apa yang disampaikan oleh Aisyah.
3. Menyusui Orang Dewasa
عن عائشة أن سالما مولى أبي حذيفة كان مع أبي حذيفة وأهله في بيتهم فأتت ( تعني ابنة سهيل ) النبي صلى الله عليه و سلم فقالت: إن سالما قد بلغ ما يبلغ الرجال وعقل ماعقلوا وإنه يدخل علينا وإن أظن أن في نفس أبي حذيفة من ذلك شيئا فقال لها النبي صلى الله عليه و سلم أرضعيه تحرمي عليه ويذهب الذي في نفس أبي حذيفة فرجعت فقالت إني قد أرضعته فذهب الذي في نفس أبي حذيفة .رواه مسلم
Dari Aisyah RA, bahwa salim –maula Abu Huzaifah pernah berada bersama Abu Huzaifah dan keluarganya dirumah mereka. lalu datanglah Sahlah bin Suahail (isteri Abu Huzaifah) kepada Nabi SAW, kemudian ia berkata, sesungguhnya Salim telah mencapai usia dewasa, dan saya mengira Abu Huzaifah merasa tidak enak (agak cemburu) kalau Salim masuk kerumah kami.” Maka Nabi SAW berkata kepada SAhlah, “Susuilah dia agar kamu menjadi mahram baginya, sehingga Abu Huzaifah tidak lagi merasa cemburu.” kemudian Sahlah bin Suhail pulang menemui Abu Huzaifah, dan ia berkata , “Sesungguhnya saya telah menyusui Salim.” lalu hilanglah kekhawatiran Abu Huzaifah.” (HR. Muslim).
حدثني عبدالملك بن شعيب بن الليث حدثني أبي عن جدي حدثني عقيل بن خالد عن ابن شهاب أنه قال أخبرني أبو عبيدة بن عبدالله بن زمعة أن أمه زينب بنت أبي سلمة أخبرته أن أمها أم سلمة زوج النبي صلى الله عليه و سلم كانت تقول أبي سائر أزواج النبي صلى الله عليه و سلم أن يدخلن عليهن أحدا بتلك الرضاعة وقلن لعائشة والله مانرى هذا إلا رخصة أرخصها رسول الله صلى الله عليه و سلم لسالم خاصة فما هو بداخل علينا أحد بهذه الرضاعة ولا رائينا
Dari Zainab binti Ummu Salamah, Bahwa ibunya, yakni Ummu Salamah (isteri Nabi SAW) berkata, “ semua isteri-isteri Nabi menolak untuk memasukkan Laki-laki yang pernah mereka susui pada usia dewasa kedalam rumah mereka. mereka mengatakan kepada Aisyah, Demi Allah! apa yang berhak kepada Salim dengan Sahlah tersebut hanyalah Dispensasi yang diberikan Rasulullah, SAW khusus untuk Salim, sehingga laki-laki yang pernah kita susui pada usia dewasa seperti itu tidak boleh masuk kerumah kita dan kita tidak boleh melihatnya.” (HR. Muslim).
Hadis yang pertama menyatakan bahwa menyusui orang dewasa mengakibatkan mahram antara orang yang menyusui dengan orang yang disusui, dan hadis ini mencapai tingkat Mutawatir. akan tetapi Jumhur Ulama berpendapat bahwa hukum susuan hanya hanya mengenai anak yang masih kecil. Tentang hadis ini hanya berlaku pada mereka saja, yakni Salim dan Sahlah. Sebagaimana keterangan yang disampaikan Aisyah dalam hadis kedua dari pembahasan ini. Hal yang senada juga di kemukakan oleh Ibnu Taimyah, dan dikuatkan oleh Asy-Syaukani. Pendapat Jumhur adalah lebih relevan karena ada beberapa hadis yang mendukung pendapat ini antara lain:
وعن ابن عيينة عن عمر بن دينار وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قال النبي صلي الله عليه وسلم لَا رَضَاعَ إِلَّا فِي اَلْحَوْلَيْنِ .رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ وَابْنُ عَدِيٍّ مَرْفُوعًا وَمَوْقُوفًا, وَرَجَّحَا اَلْمَوْقُوفَ
“Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: nabi SAW besabda: “Tidak ada penyusuan kecuali dalam dua tahun.” Hadits marfu' dan mauquf (HR. Daruquthni dan Ibnu 'Adiy.) Namun mereka lebih menilainya mauquf.
4. Wanita Dapat Menjadi Saksi Dalam Hal Susuan
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا أَيُّوبُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ قَالَ حَدَّثَنِي عُبَيْدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ الْحَارِثِ قالَ وَقَدْ سَمِعْتُهُ مِنْ عُقْبَةَ لَكِنِّي لِحَدِيثِ عُبَيْدٍ أَحْفَظُ قَالَ تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً فَجَاءَتْنَا امْرَأَةٌ سَوْدَاءُ فَقَالَتْ أَرْضَعْتُكُمَا فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ تَزَوَّجْتُ فُلَانَةَ بِنْتَ فُلَانٍ فَجَاءَتْنَا امْرَأَةٌ سَوْدَاءُ فَقَالَتْ لِي إِنِّي قَدْ أَرْضَعْتُكُمَا وَهِيَ كَاذِبَةٌ فَأَعْرَضَ عَنِّي فَأَتَيْتُهُ مِنْ قِبَلِ وَجْهِهِ قُلْتُ إِنَّهَا كَاذِبَةٌ قَالَ : كَيْفَ بِهَا وَقَدْ زَعَمَتْ أَنَّهَا قَدْ أَرْضَعَتْكُمَا دَعْهَا عَنْكَ. وَأَشَارَ إِسْمَاعِيلُ بِإِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى يَحْكِي أَيُّوبَ
Dari Uqbah Ibnu al-Harits bahwa ia telah menikah dengan seorang wanita (Ummu Yahya Binti Abu Ihab), lalu datanglah seorang perempuan dan berkata: “Aku telah menyusui engkau berdua.” Kemudian aku datang kepada Nabi SAW dan aku berkata aku telah menikahi fulanah kemudian datang seorang perempuan dan berkata bahwa “aku telah menyusui kalian berdua.” dan dia berdusta. lalu rasul berpaling dariku dan aku mendatanginya lagi, dan aku katakana lagi bahwa “Dia berdusta” beliau bersabda: "Bagaimana lagi, dia sudah mengatakan bahwa dia telah menyusui kamu berdua, maka ceraikanlah isterimu." (HR. Bukhari.)
Hadis ini menyatakan bahwa kesaksian seoarng wanita tetang susuan dapat diterima dan wajib diamalkan ini diriwaytkan dari Usman, ibnu Abbas, Az-Zuhri, Al-Hasan, Ishaq, Al-Auza’I, Ahmad dan Abu Ubaid. diriwayatkan dari golongan Syafi’iyah dan Hanafiyah bahwa kita wajib mengamalkan persangkaan dalam masalah nikah. walaupun menerima kesaksian seorang wanita dalam masalah Radha’ah, berlawanan dengan maslah biasa akan tetapi kita harus menerimanya karna telah ada nash yang khusus.
5. Hadiah Kepada Ibu Susuan
حدثنا عبد الله بن محمد النفيلي ثنا أبو معاوية ح وثنا ابن العلاء أنا ابن إدريس عن هشام بن عروة عن أبيه عن حجاج بن حجاج عن أبيه قال : قلت يارسول الله ما يذهب عني مذمة ( يريد ذمام الرضاع وحقه ) الرضاعة ؟ قال " الغرة العبد أو الأمة " قال النفيلي حجاج بن حجاج الأسلمي وهذا لفظه ضعيف .رواه أبو داود
Diriwayatkan dari Al-hajjaj ibn hajjaj ibnu Malik ibn Aslami, dia berkata bahwa saya bertanya kepada Rasulullah “apakah kiranya yang dapat membalas budi sebagai rasa tanggung jawabku terhadap ibu susuanku?.” Nabi SAW menjawab, “ menghadiahkan seoarng budak laki-laki atau budak perempuan.”(riwayat Abu Daud)
Dari hadis ini diterangkan bahwa memberikan hadiah diluar upah kepada ibu susuan sebagai ungkapan terima kasih adalah dianjurkan, dan ini telah menjadi kebiasaan bagi orang-orang terdahulu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ar-radhâ’ah secara eksplisit dan tegas dikemukakan di dalam Kitab Suci al-Qur’ân dan kemudian mendapatkan penjelasan dari hadits Nabi SAW. Namun sebagaimana umumnya ayat dalam al-Qur’ân, ajaran itu masih membuka ruang interpretasi tafsir yang luas. Hampir semua kitab fiqh dari pelbagai madzhab membahas topik ar-radhâ’ah dalam pasal tersendiri di bawah pembahasan bab “nikâh”.
Ar-radhâ’ah atau ar-ridhâ’ah adalah sebuah istilah bagi isapan susu, baik isapan susu manusia maupun susu binatang. Dalam pengertian etimologis tidak dipersyaratkan bahwa yang disusui itu ar-radhî’ berupa anak kecil bayi atau bukan. Adapun sebagian ulama fiqh mendefinisikan ar-radhâ’ah sebagai berikut:
“Sampainya masuknya air susu manusia perempuan ke dalam perut seorang anak bayi yang belum berusia dua tahun, 24 bulan.” Mencermati pengertian ini, ada tiga unsur batasan untuk bisa disebut ar-radhâ’ah asy-syar’iyyah persusuan yang berlandaskan etika Islam. Yaitu, pertama, adanya air susu manusia labanu adamiyyatin.
Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, walaupun masih terdapat banyak kekurangan tetapi mudah-mudahan dapat bermanfaat dan tidak mengurangi pahala bagi kita semua, dan menjadi ilmu yang bermanfaat tentunya. Penulis berharap kepada seluruh pemuda pemudi untuk tidak terpengaruh dengan paham-paham yang tidak sesuai dengan nash-nash al-Qur'an berlebih tentang Radha'ah ataupun terpengaruh dengan pergaulan barat yang sekarang sudah marak di Negara kita.
Daftar Pustaka
Ash-Shiddieqy, T.M. Sabih. Koleksi Hadis-hadis Hukum, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001.
Asqalani, Ibnu Hajar. Bulughul Maram Min Jam’i Adillati Al-Ahkam, Cairo: Dar Al-Hadis, 2003.
http://rumah-ku.blogspot.com/2006/07/radhaah-masa-menyusui-dan-pembinaannya.html Radha'ah (Masa Menyusui dan Pembinaannya)
http://blog.vbaitullah.or.id/2006/06/19/735-radhaah-masa-menyusui-dan-pembinaannya-121/
www.fahmina.or.id/pbl/dfp_indo/marzuki_wahid_menyusui.pdf
http://dauspmh.blogspot.com/2010/03/hadis-tentang-radhaah.
0 komentar:
Posting Komentar