Bila ditinjau dari segi peruntukkan ditunjukkan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi menjadi dua macam:
1) Wakaf Ahli
Yaitu Wakaf yang ditunjukkan kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, keluarga si wakif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut Wakaf Dzurri. Apabila ada seseorang yang mewakafkan sebidang tanah kepada anaknya , lalu kepada cucunya , wakafnya sah dan yang berhak yang mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf. Wakaf jenis ini (wakaf ahli/dzurri) kadang-kadang juga disebut wakaf ‘alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan social dalam lingkungan keluarga (family), lingkungan kerabat sendiri. Dalam satu segi, wakaf (dzurri) ini baik sekali , karena si wakif akan mendapat dua kebaikan dari amal ibadah wakafnya , juga kebaikan dari silaturahmi terhadap keluarga yang diberikan harta wakaf. Akan tetapi, pada sisi lain wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah , seperti: Bagaimana kalau anak cucu yang sudah tidak ada lagi (punah)? Siapa yang berhak mengambil manfaat benda (harta wakaf) itu? Sebaliknya, bagaimana jika anak cucu siwakif yang menjadi tujuan wakaf itu berkembang cara meratakan pembagian hasil harta wakaf?
Pada perkembangan selanjutnya, wakaf ahli untuk saat ini dianggap kurang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan umum, karena sering menimbulkan kekaburan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wakaf oleh keluarga yang diserahi harta wakaf. Di beberapa negara tertentu seperti : Mesir, Turki, Maroko dan Aljazair, wakaf untuk keluarga (ahli) telah dihapuskan, karena pertimbangan dari berbagai segi, tanah-tanah wakaf dalam bentuk ini dinilai tidak produktif. Untuk itu, dalam pandangan KH.Ahmad Azhar Basyir,MA. Bahwa keberadaan jenis wakaf ahli ini sudah selayaknya ditinjau kembali untuk dihapuskan.
2) Wakaf Khairi
Yaitu, Wakaf yang secara tegas untuk kepentingan keagaman atau kemasyarakatan (kebajikan umum), seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya. Dalam tinjauan penggunaanya, wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang mengambil manfaat. Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara umum. Dalam jenis ini juga, si wakif dapat mengambil manfaat dari harta yang diwakafkan itu, seperti wakaf masjid maka si wakif boleh saja beribadah disana, atau mewakafkan sumur, maka si wakif boleh mengambil air dari sumur tersebut sebagaimana yang telah pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan sahabat Ustman bin Affan. Secara substansinya, wakaf inilah yang merupakan salah satu segi dari cara membelanjakannya (memanfaatkan) harta dijalan Allah SWT. Dan tentunya dilihat manfaat kegunaannya merupakan salah satu sarana pembangunan, baik dibidang keagamaan, khususnya peribadatanya, perokonomian, kebudayaan, kesehatan, keamanan dan sebagainya.
4 komentar:
Assalamualaikum WR.WB
saya ingin bertanya dan berdiskusi tenang wakaf ahli
Pd tahun 1974 ada seorang ibu bernama " Siti " dia mempunyai tanah yang kemudian 1/3 tanah trsebut ia wakafkan untuk anak dan menantunya.
Bunyi wakaf dalam sertifikat tanahnya berbunyi seperti ini :
" Aku wakafkan tanahku Untuk H. muslim dan Muslimah suami istri turun temurun sampai ke anak cucu. Apa bila putus keturunan kedua mereka ini maka menjadi wewenang kadi Binjai untuk menentukannya"
tidak berselang lama si pewakif meninggal dunia, disusul juga oleh si Muslimah meninggal dunia. Setelah beberapa tahun kemudian H Muslim menikah lagi. Dan dari pernikahan tersebut dengan istri mudanya ( kita sebut saja Miah ) H Muslim mempunyai keturunan anak Perempuan ( Midah ).
Pada awal tahun 80-an H.Muslim dan Ibu Miah mewakafkan sebagian tanah tersebut untuk digunakan sebagai Madrasyah. Tetapi sertifikatnya tidak dipecah dari sertifikat induknya.
Pada tahun 1982 H.Muslim meninggal dunia dengan meninggalkan seorang istri dan seorang anak perempuan yang memiliki keterbelakangan mental.
Kemudian tanah yang diwakafkan oleh alm H.Muslim dan Istri untuk madrasyah pada tahun 2002 beralih fungsi menjadi KUA
anak alm.H.Muslim menikah dan mempunyai seorang putri dalam pernikahannya, tetapi pernikahan tersebut tidak berjalan lama karena suaminya meninggalkannya.
akhirnya si ibu( Miah ) yang sudah berusia lanjut harus bekerja keras untuk menafkahi anaknya yang kurang normal, dan juga cucu perempuannya.
dikarenakan ibu (Miah ) sudah berusia lanjut dan anaknya mempunyai cacat mental, dan cucu perempuannya yang masih kecil, ibu miah tidak bisa mengolah tanah tersebut. Sehingga karena
membutuhkan dana untuk hidup sehari-hari dan untuk biaya sekolah dan demi masa depan cucu dan anaknya nyakelak. Maka beliau berniat menjual tanah yang berasal dari Wakaf Alm.Mariam kepada Suaminya Alm.H.Muslim untuk ditukar dengan membeli kebun sawit , kebun karet dan membeli rumah dan modal usaha dari hasil penjualan tanah tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan biaya sekolah sicucu.
permasalahan:
berhubung sertifak tanah wakaf untuk madrasyah yang beralih fungsi menjadi KUA tersebut diatas belum dipecah dari sertifikat induk maka ibu Miah berniat memecah surat tersebut lebih dahulu agar tanah yang sekarang sudah beralih menjadi KUA tersebut tidak terganggu saat sisa tanah dialihkan(dijual).
Pada waktu mengurus sertifikat tersebut,BPN meminta ibu miah untuk meminta surat keterangan dari KUA tentang batas tanah yang diwakafkan untuk Madrasyah (KUA) tersebut. Dan juga minta surat keterangan apakah sertifikat dan juga tanah tersebut bisa berpindah kepada anak Alm.H.Muslim dan istri atau tidak. dan juga dapat dialihkan
ketika ibu Miah meminta surat-surat yg diminta BPN kepada KUA, kepala KUA Setempat malah menolak dan mengatakan sertifikat tanah tersebut harus diserahkan kepadanya karena menjadi hak/ milik KUA karena bunyi tulisa wakaf ahli tersebut.
siibu dibantu sebuah kantor pengacara dan beberapa kerabat jauh Alm.ibu Mariam sdh menemui Kepala KUA trsbt dgn menunjukkan Peraturan-peraturan Wakaf sebagai pertimbangan. dimana wakaf itu harus ada ikrarnya, ada pewakif dan nazir wakif,
kemudian juga memberikan pertimbangan klau wakaf itu tidak dialihkan maka dipandang akan lebih banyak Mudhoratnya dari pada manfaatnya karena ibu Miah yang sudah lanjut usia, serta anaknya yang keterbelakangan mental dan cucu perempuannya yang masih kecil tidak akan mampu mengolah tanah tersebut. Dan lama kelamaan mereka akan menjadi gelandangan karena kehidupan mereka sekarang juga sangat miskin dan sulit.
Jadi yang mau saya tanyakan:
1. apakah tanah tersebut bukan hak dari istri,anak dan cucu dari Alm. H.Muslim tersebut ?
2. Apakah tanah dapat dialihkan sebagai mana disebut diatas, demi untuk kelangsungan hidup dan masa depan keturunan Alm.H.Muslim ?
3. Apakah tanah tersebut harus diserahkan kepada KUA sebagai lembaga Keagamaan yang berwenang mencatat Perwakafan ?
dimohon dengan sangat balasannya.
sekian dan terimakasih atas perhatiannya.
Assalamualaikum WR.WB
Nice Info
wakaf
assalamualaikum,saya ingin bertanya tentang wakaf yang diperuntukkan bagi orang2 tertentu,seprti kepada searang tokoh masyarakat atau orang yg dihormati dinamakan wakaf apa
Assalamualaikum.. saya berniat mewakafkan tanah yang rencananya untuk pembangunan masjid. Yang ingin saya tanyakan apakah diperbolehkan mewakafkan atas nama orang tua kandung (2 orang) dan orang tua tiri (1 orang) secara bersama-sama dalam 1 masjid itu?
mohon jawabannya.. terimakasih...
Posting Komentar