Keluarga Besar Mahasiswa Peradilan Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mengucapkan "SELAMAT & SUKSES ATAS TERSELENGGARANYA MOPA (MASA ORIENTASI KBPA) GINTUNG 21-22 MARET 2015"

Unsur-unsur Perikatan

BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Perikatan Islam adalah salah satu sumber dari hukum nasional dibidang perikatan, disamping Hukum Perikatan Adat dan Hukum Perikatan menurut KUHPerdata. Walaupun secara formal yuridishinggasekarang belum ada pengaturan tersendiri tentang Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Namun, berdasarkan ketentuan pasal 29 UUD 1945, umat Islam dapat menjalankan ketentuan perikatan atas dasar keyakinan mereka. Dalam tataurutan perundang-undangan sudah tampak beberapa pasal yang mengatur berlakunya hukum perikatan Islam, sebagaimana terdapat pada UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 1992 tentang Perbankan pasal 1 butir 13, sehingga dalam leslasi nasional hukum perikatan Islam pun telah diakui dan dapat dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari .
Didalam definisi perikatan yang telah kita bahas sebelumnya yang memiliki pengertian yang kompleks yang salah satunya adalah hukum perikatan sebagai sutu perjanjian. Dalam al-Qur’an memiliki dua istilah dengan perjanjian, yaitu al-aqdu yang secara bahasa berarti ikatan yang maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan satu sama lainnya hingga keduanya bersambung menjadi sutas tali yang satu, al-Aqdu ini juga sebagaimana tertera dalam al-Qur’an QS. al-Maidah: 5. Istilah aqdu ini menurut Faturrahman Djamil dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam KUHPerdata. Sedangkan al-Ahdu ialah janji jadi istilah ahdu dapat disamakan dengan istilah perjanjian atau overseenkomst, yaitu suatu pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan orang lain. Istilah ahdu ini tercantuum dalam QS. al-Imran: 76 .
Dalam KUHPerdata perikatan sebagai hubungan hukum dalam hubungan hukum kekayaan, dimana disatu pihak adahak dan dilain pihak ada kewajiban. Dengan demikian perikatan meliputi baik dari segi aktif kreditur maupun segi passva/debitur sebagaiman tertuang disebutkan pada pasal 1233 KUHPerdata. Pembuat undang-undang bahkan adakalanya mencampuradukan antara istilah perikatan dan perjanjian, seperti pada pasal 1329 dan 1331 KUHPerdata .

BAB II
PEMBAHASAN


A. Unsur Akad (Perikatan) dalam Perikatan Islam.
Telah dibahas sebelumnya bahwa akad merupakan pertalian antara ijab Kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Oleh karena itu dapat diperoleh unsurr-unsur yang tekandung didalamnya, yaitu sebagai berikut :
- Pertalian Ijab Kabul
Ijab merupakan pernyataan kehendak oleh satu pihak (mujib) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah pernyataan menerima atau menyetujui kehendak mujib tersebut oleh pihak lainnya (qaabil). Ijab dan Kabul ini harus ada dalam melakukan suat perikatan yang bentuknya beraneka ragam dan dijabarkan pada bagian rukun akad.
- Dibenarkan Oleh Syara’
Dalam melaksanakan perikatan disini tidak boleh bertentangan dengan syariah atau yang telah diatur dalam al-Qur’an dan as-sunnah. dan apabila pelaksanaannya bertentangan mengakibatkan tidak sahnya sutu akad.
- Mempunyai Akibat Hukum Terhadap Objeknya.
Akad merupakan suatu tindakan hukum, yang mana akad menimbulkan akibat hukum terhadap sutu objek yang diperjanjikan oleh para pihak dan memberikan konsekwensi hak dan kewajiban yang mengikat para pihak.

Salah satu bentuk tindakan atau perbuatan hukum suatu akad disebut dengan tasharruf, yang memiliki pengertian segala sesuatu (perbuatan atau tindakan) yang bersumber dari kehendak seseorang dan syara’ menetapkan atasnya sejumlah akibat hukum (hak dan kewajiban). Mustafa az-Zarqa menyebutkan tasharrut tersebut memiliki dua bentuk: Pertama, Tasharruf Fi’li (perbuatan) yaitu usaha yang dilakukan manusia dari tenaga badannya, Dalam sebuah contoh mengelola tanah yang tandus atau mengelola tanah yang dibiarkan kosong pemiliknya. Kedua, Tasharruf qauli (perkataan) yakni yang keluar dari lidah manusia. Tidak semua perkataan manusia yang keluar itu digolongkan pada suatu akad. ada juga yang bukan akad, tetapi merupakan sutu perbuatan hukum. Tasharruf qauli disini memiliki dua bentuk yaitu, Tasharruf qauli aqdi yaitu yang bentuknya dari dua ucapan dua pihak yang saling bertalian, seperti mengucapkan ijab kabul. Pada bentuk ini ijab kabul dilakukan para pihak ini disebut dengan akad yang kemudian akan melahirkan suatu perikatan. Selanjutnya Tasharruf Qauli Ghoiru Aqdi merupakan perkataan yang tidak bersifat akad atautidak ada ijab kabul. perkataan ini ada yang berupa pernyataan dan ada yang berupa perwujudan.
Perkataan yang berupa pernyataan seperti, ikrar wakaf, ikrar talak, pemberian hibah. Namun, ada juga yang tidak sependapat dengan ini, bahwa ikrar wakaf dan pemberian hibah hanya adasatu pernyataan saja ijab tanpa adanya kabul, kedua tasharruf ini tetap termasuk dalam tasharruf yang bersifat akad.
Perkataan yang berupa perwujudan, yaitu dengan melakukan penuntututan hak atatu dengan perkataan yang menyebabkan adanya akibat hukum. Contoh, gugatan, pengakuan di depan hakim, sumpah. Tindakan tersebut tidak bersifat mengikat sehingga tidak dapat dikatakan akad, tetapi termasuk perbuatan hukum.
Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H. dalam bukunya menuturkan tentang unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk mencapai keabsahan dala sebuah perikatan, yaitu:
- Rukun dan Syarat
- Shigat al-Aqd (pernyataan untuk mengikatkan diri)
- al-Ma’qud alaih (objek perikatan)
- al-Muta’aqidain (pihak-pihak yang berakad)
- Maudhu’ al-Aqd (tujuan akad).

B. Unsur-unsur Perikatan dalam KUHPerdata.
Dalam KUHPerdata unsur-unsur penting yang terdapat dari suatu perikatan, yaitu:
1. Hubungan Hukum
Unsur ini dimaksudkankan hubungan yang timbul dalam lapangan moral dan kebiasaan, yang memang juga menimbulkan adanya kewajiban (kewajiban moral atau sosial) untuk dipenuhi, tetapi tidak dapat dipaksakan pemenuhannya melalui sarana bantuan hukum. Pada perikatan, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya secara sukarela dengan baik dan sebagaimana mestinya maka kreditur dapat meminta bantuan hukum agar dapat meminta bantuan hukum agar ada tekanan kepada debitur supaya ia memenuhi kewajibannya, sekalipun seringkali bukan merupakan executive riil .
Hubungan hukum merupakan hubungan yang diatur oleh hukum, hubungan yang di dalamnya terdapat hak di satu pihak dan kewajiban di lain pihak, dan apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban, dapat dituntut pemenuhannya.Hubungan hukum dapat terjadi karena :
1. Kehendak pihak-pihak (persetujuan/perjanjian).
2. Sebagai perintah peraturan perundang-undangan.
Dasar hukum Pasal 1233 KUHPdt “tiap-iapt perikatan dilahirkan karena persetujuan baik karena UU”.
Contoh A berjanji menjual sepeda motor kepada B Akibat dari janji, A wajib menyerahkan sepeda miliknya kepada B dan berhak menuntut harganya sedangkan B wajib menyerahkan harga sepeda motor itu dan berhak untuk menuntut penyerahan sepeda.
Dalam contoh diatas apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban maka hukum “memaksakan” agar kewajiban-kewajiban tadi dipenuhi.
Perlu dicatat tidak semua hubungan hukum dapat disebut perikatan. Contoh kewajiban orang tua untuk mengurus anaknya bukanlah kewajiban dalam pengertian perikatan. Artinya adalah setiap hubungan hukum yang tidak membawa pengaruh terhadap pemenuhan kewajiban yang bersumber dari harta kekayaan pihak yang berkewajiban tidaklah masuk dalam pengertian dan ruang lingkup batasan hukum perikatan .
2. Lapangan Harta Kekayaan.
Hubungan hukum, dimana satu pihak dan dilain pihak adakewajiban merupakan perikatan (dalam arti luas). Perikatan-perikatan dimana hak dan kewajiban yang muncul dari san mempunyai nilai uang atau paling tidak akhirnya dapat dijabarkan dalam sejumlah uang tertentu atau yang oleh undang-undang ditentukan diatur dalam Buku III.
Hukum perikatan merupakan bagian dari Hukum Harta Kekayaan
(vermogensrecht) dan bagian lain dari Hukum Harta Kekayaan adalah
Hukum Benda. Untuk menentukan bahwa suatu hubungan itu merupakan perikatan, pada mulanya para sarjana menggunakan ukuran dapat ”dinilai dengan uang”.
Suatu hubungan dianggap dapat dinilai dengan uang, jika kerugian yang
diderita seseorang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi nyatanya ukuran
tersebut tidak dapat memberikan pembatasan, karena dalam kehidupan
bermasyarakat sering kali terdapat hubungan-hubungan yang sulit untuk
dinilai dengan uang, misalnya cacat badaniah akibat perbuatan seseorang.
Jadi kriteria ”dapat dinilai dengan uang” tidak lagi dipergunakan sebagi
suatu kriteria untuk menentukan adanya suatu perikatan. Namun,
walaupun ukuran tersebut sudah ditinggalkan, akan tetapi bukan berarti
bahwa ”dapat dinilai dengan uang” adalah tidak relevan, karena setiap
perbuatan hukum yang dapat dinilai dengan uang selalu merupakan
perikatan .
Harta kekayaan sebagai kriteria dari adanya sebuah perikatan. Tentang harta kekayaan sebagai ukurannya (kriteria) ada 2 pandangan yaitu :
a. Pandangan klasik : Suatu hubungan dapat dikategorikan sebagai perikatan jika hubungan tersebut dapat dinilai dengan sejumlah uang.
b. Pandangan baru : Sekalipun suatu hubungan tidak dapat dinilai dengan sejumlah uang, tetapi jika masyarakat atau rasa keadilan menghendaki hubungan itu diberi akibat hukum, maka hukum akan meletakkan akibat hukum pada hubungan tersebut sebagai suatu perikatan.
3. Pihak-pihak (kreditur dan debitur).
Dalam perikatan ada dua pihak yang berhubungan /terikat. Disatu pihak ada kreditur dan dilain pihak ada debitur. Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara orang-orang tertentu yaitu kreditur dan debitur. Para pihak pada suatu perikatan disebut subyek perikatan, yaitu kreditur yang berhak dan debitur yang
berkewajiban atas prestasi. Kreditur biasanya disebut sebagai pihak yang
aktif sedangkan debitur biasanya pihak yang pasif. Sebagai pihak yang
aktif kreditur dapat melakuka tindakan-tindakan tertentu terhadap debitur
yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya. Tindakan-tindakan
kreditur dapat berupa memberi peringatan-peringatan menggugat dimuka
pengadilan dan sebagainya.
Debitur harus selalu dikenal atau diketahui, hal ini penting karena
berkaitan dalam hal untuk menuntut pemenuhan prestasi.
Pada setiap perikatan sekurang-kurangnya harus ada satu orang kreditur
dan sekurang-kurangnya satu orang debitur. Hal ini tidak menutup
kemungkinan dalam suatu perikatan itu terdapat beberapa orang kreditur
dan beberapa orang debitur.
Pihak-pihak (debitur kreditur) tidak harus “orang” tapi juga dapat berbentuk “badan”, sepanjang ia cakap melakukan perbuatan hukum. Pihak-pihak (debitur kreditur) dalam perikatan dapat diganti. Dalam hal penggantian debitur harus sepengatahuan dan persetujuan kreditur, untuk itu debitur harus dikenal oleh kreditur agar gampang menagihnya misalnya pengambilalihan hutang (schuldoverneming) sedangkan penggantian kreditur dapat terjadi secara sepihak.
Seorang kreditur mungkin pula mengalihkan haknya atas prestasi kepada kreditur baru, hak mana adalah merupakan hak-hak pribadi yang kwalitatif (kwalitatiev persoonlijke recht), misalnya A menjual sebuah mobil kepada B, mobil mana telah diasuransikan kepada perusahaan asuransi. Dengan terjadinya peralihan hak milik dari A kepada B maka B sekaligus pada saat yang sama B mengambil alih juga hak asuransi yang telah melekat pada mobil tersebut. Perikatan yang demikian dinamakan perikatan kwalitatif dan hak yang terjadi dari perikatan demikian dinamakan hak kwalitatif.
Selanjutnya seorang debitur dapat terjadi karena perikatan kwalitatif sehingga kewajiban memenuhi prestasi dari debitur dinamakan kewajiban kwalitatif, misalnya seorang pemilik baru dari sebuah rumah yang oleh pemilik sebelumnya diikatkan dalam suatu perjanjian sewa menyewa, terikat untuk meneruskan perjanjian sewa menyewa. Dalam suatu perjanjian orang tidak dapat secara umum mengatakan siapa yang berkedudukan sebagai kreditur/debitur seperti pada perjanjian timbal balik (contoh jual beli). Si penjual adalah kreditur terhadap uang harga barang yang diperjual belikan, tetapi ia berkedudukan sebagai debitur terhadap barang (objek prestasi) yang perjualbelikan. Demikian sebaliknya si pembeli berkedudukan sebagai debitur terhadap harga barang kreditur atas objek prestasi penjual yaitu barang yang diperjualbelikan.
4. Isi Perikatan (prestasi)
Prestasi adalah kewajiban yang harus dilaksanakan. Prestasi merupakan objek perikatan. Dalam ilmu hukum kewajiban adalah suatu beban yang ditanggung oleh seseorang yang bersifat kontraktual/perjanjian (perikatan). Hak dan kewajiban dapat timbul apabila terjadi hubungan antara 2 pihak yang berdasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian (perikatan). Jadi selama hubungan hukum yang lahir dari perjanjian itu belum berakhir, maka pada salah satu pihak ada beban kontraktual, ada keharusan atau kewajiban untuk memenuhinya (prestasi).
Selanjutnya kewajiban tidak selalu muncul sebagai akibat adanya kontrak, melainkan dapat pula muncul dari peraturan hukum yang telah ditentukan oleh lembaga yang berwenang. Kewajiban disini merupakan keharusan untuk mentaati hukum yang disebut wajib hukum (rechtsplicht) misalnya mempunyai sepeda motor wajib membayar pajak sepeda motor, dll
Bentuk-bentuk prestasi (Pasal 1234 KUHPerdata) :
1. Memberikan sesuatu;
2. Berbuat sesuatu;
3. Tidak berbuat sesuatu
Memberikan sesuatu misalnya pemberian sejumlah uang, memberi benda untuk dipakai (menyewa), penyerahan hak milik atas benda tetap dan bergerak. Berbuat sesuatu misalnya membangun rumah. Tidak melakukan sesuatu misalnya A membuat perjanjian dengan B ketika menjual apotiknya, untuk tidak menjalankan usaha apotik dalam daerah yang sama. Ketiga prestasi diatas merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh debitur.
Ketiga prestasi diatas mengandung 2 unsur penting :
1. Berhubungan dengan persoalan tanggungjawab hukum atas pelaksanaan prestasi tsb oleh pihak yang berkewajiban (schuld).
2. Berhubungan dengan pertanggungjawaban pemenuhan tanpa memperhatikan siapa pihak yang berkewajiban utk memenuhi kewajiban tersebut (Haftung).
Syarat-syarat prestasi :
1. Tertentu atau setidaknya dapat ditentukan;
2. Objeknya diperkenankan oleh hukum;
3. Dimungkinkan untuk dilaksanakan.
Schuld adalah kewajiban debitur untuk membayar utang sedangkan haftung adalah kewajiban debitur membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak hutang debitur, guna pelunasan hutangnya apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar hutang tersebut.
Setiap kreditur mempunyai piutang terhadap debitur. Untuk itu kreditur mempunyai hak menagih hutang piutang tersebut. Di dalam ilmu pengetahuan hukum perdata, disamping hak menagih hutang (vorderingsrecht), apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar hutangnya maka kreditur mempunyai hak menagih kekayaan debitur sebesar piutangnya pada debitur itu (verhaalsrecht).
Dalam terminologi hukum perikatan salah satunya adalah hukum perjanjian. Dapat diidentifikasikan unsur pokok dalam suatu perjanjian kedalam salah satu dan tiga jenis perikatan yang disebutkan dalam pasal 1234 KUHPerdata, yaitu perikatan menyerahkan sesuau, perikatan untuk berbuat sesuatu, atau perikatan untuk tidak berbuat sesuatu dengan segala akibat hukumnya. Perkembangan dari doktrin ilmu hukum dikenal dengan adanya tiga unsur dalam perjajian, antara lain:
a. Unsur Esensialia Perjanjian yaitu yang dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu pihak, mencerminkan sifat perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsif dari jenis perjanjian lainnya. unsure esensialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian. misalnya perjanjian jual beli dibedakan dari perjanjian tukar menukar.
b. Unsur Naturalia Perjanjian yaitu unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. Misalnya, dalam perjanjian yang mengandung unsure esensialia jual beli, pasti akan terdapat unsure naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi. ketentuan ini tidak dapat disimpangi oleh para pihak, karena sifat dari jual beli menghendaki hal yang demikian.
c. Unsur Aksidentalia Perjanjian yaitu unsur pelengkap dalam suau perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak.


BAB III
KESIMPULAN

Unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk mencapai keabsahan suatu perikatan, antaralain:
- Pertalian Ijab Kabul
- Dibenarkan Oleh Syara’
- Mempunyai Akibat Hukum Terhadap Objeknya.
Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H. dalam bukunya menuturkan tentang unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk mencapai keabsahan dala sebuah perikatan, yaitu:
- Rukun dan Syarat
- Shigat al-Aqd (pernyataan untuk mengikatkan diri)
- al-Ma’qud alaih (objek perikatan)
- al-Muta’aqidain (pihak-pihak yang berakad)
- Maudhu’ al-Aqd (tujuan akad).

Dalam KUHPerdata unsur-unsur penting yang terdapat dari suatu perikatan, yaitu:
1. Hubungan hukum
2. Dalam lapangan hukum kekayaan
3. Hubungan antara kreditur dan debitur
4. Prestasi.

Daftar Pustaka
Dewi, Gemala, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, cet. 3. Jakarta: Kencana: 2007. cet. 3.
J. Satriao, S.H., Hukum Perikatan “Perikatan Pada Umumnya”. cet. 3.Bandung: PT. Alumni: 1999. cet. 3.
http://tiarramon.wordpress.com/2010/03/30/bab-i-pendahuluan/ jam 22.40 25-04-2011.
http://www.kangnasrulloh.co.cc/2009/03/hukum-perikatan.html.




0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More