Keluarga Besar Mahasiswa Peradilan Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mengucapkan "SELAMAT & SUKSES ATAS TERSELENGGARANYA MOPA (MASA ORIENTASI KBPA) GINTUNG 21-22 MARET 2015"

Al-Qur'an dan Wahyu

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan wasiat Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Malik:
تركت فيكم امرين لن تضلوا ما ان تمسكتم بهما: كتاب الله وسنّة نبيّه (رواه مالك)
Artinya: Aku tinggalkan di tengah-tengah kalian (umat Islam) dua hal. Kalian tidak akan pernah sesat selama berpegang teguh dengan keduanya yakni Kitabullah (al-Qur’an) dan Sunnah Rasul-Nya (al-Hadist). (HR. Imam Malik)
Sejalan dengan wasiat Nabi Muhammad SAW. diatas, umat Islam tidak terkucuali di Indonesia dengan mengalami pasang surut sangat instes dalam merespons ajaran-ajaran agamanya.
Betapapun awamnya seorang muslim/muslimat, niscaya ia tahu dan memang harus tahu bahwa sumber utama dan pertama ajaran agama yang di anutnya (Islam) ialah al-Qur’an al-Karim. Baru kemudian diikuti dengan al-Hadist/as-sunnah sebagi sumber penting kedua dalam agama Islam. Beberapa hari menjelang kematiannya, Nabi Muhammad SAW. berwasiat kepada umatnya agar berpegang teguh dengan kedua sumber agama Islam tersebut.
Nabi Muhammad SAW. bukanlah sorang Rasul yang berbeda dari nabi dan rasul sebelumnya. Beliau pun bukanlah Nabi pertama yang berbicara dengan manusia atas nama wahyu, kalam ilahi. Wahyu Allah yang mendukung dan memperteguh kenabian nabi-nabi sebelumnya, suatu keadaan yang juga tidak berbeda dengan Nabi Muhammad SAW. semuanya serupa, karena sumbernya adalah satu dan tujuannya satu juga.
Karena itu al-Qur’an secara cermat menanamkan apa yang di turunkan Allah ke dalam hati Muhammad sebagai “wahyu”, yaitu suatu lafadz yang mengandung keseragaman makna wahyu yang diturunkan kepada nabi dan rasul.
B. Rumusan Masalah
1. Beberapa definisi tentang al-Qur’an
2. Proses penurunan dan pemeliharaanya
3. Pengertian wahyu serta tata cara penyampaiannya
4. al-Qur’an sebagai wahyu


BAB II
PEMBAHASAN

A. Beberapa Definisi Tentang al-Qur’an
Secara etimologi para ahli ilmu-ilmu al-Quran pada umumnya berasumsi bahwa kata Qur’an diambil dari kata qara’a-yaqra’u-qira’atan-wa-qur’anan (قراء – يقراء –قراءة – قراءنا), yang secara harfiah berarti bacaan.
Dalam al-Qur’an sendiri memang terdapat beberapa kata Qur’an yang digunakan untuk pengertian bacaan, diantaranya:
فاذا قراءناه فاتّبع قرانه (القيامة: ١٨)
Artinya: Maka apabila Kami (Allah) telah selesai membacakannya, maka hendaklah kamu (Muhammad) ikuti bacaannya itu. (QS. A- Qiyamah: 18)
انّه لقران كريم (الوقعة: ٧٧)
Artinya: Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang mulia. (QS. Al-Waqi’ah: 77)

Sebagian ulama menegaskan bahwa kata al-Qur’an itu adalah mashdar (kata kerja yang dibedakan) yang diartikan dengan isim maf’ul, yakni maqru artinya sesuatu yang dibaca. Maksudnya al-Qur’an itu bacaan yang di baca.
Sedangkan secara testimologi terdapat unsur-unsur al-Qur’an yang di sepakati oleh pakar-pakar ilmu al-Qur’an. Unsur-unsur al-Qur’an yang di maksud ialah:
Pertama, al-Qur’an adalah wahyu atau kalam Allah SWT. Semua definisi yang diberikan para ahli, selalu diawali dengan penyebutan al-Qur’an sebagai Kalam atau wahyu Allah. Perhatikan misalnya definisi yang menurut Muhammad Ali al-Shabuni konon telah disepakati oleh para ulama khususnya para ulama fikih yaitu:
القران هو كلام الله المعجز المرسل على خاتم الانبياء والمرسلين بواسطة الامين جبريل. المكتوب فى المصاحف المنقول الينا بالتواتر المتعبد بتلاوته المبدوء بسورة الفاتحة المختتم بسورة الناس.
Artinya: Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang memiliki mukjizat, yang di turunkan kepada penutup para nabi dan rasul, dengan melalui perantara malaikat Jibril AS, ditulis dalam berbagai mushaf, dinukilkan kepada kita dengan cara tawatur (mutawatir), yang dianggap ibadah dengan membacanya, dimulai dengan surat al Fatihah, dan di tutup dengan surat an Nas.

القران هو الوحى المرسل من عند الله الى رسوله محمد بن عبد الله خاتم الانبياءالمنقول منه بالتواتر لفظا و معنى وهو اخر الكتب السماوية نزلا.
Artinya: Al-Qur’an ialah wahyu Allah yang di turunkan dari sisi Allah kepada Rasul-Nya Muhammad Ibn ‘Abd Allah, penutup para Nabi, yang dinukilkan dari padanya dengan penukilan yang mutawatir nazham/lafal maupun maknanya, dan juga merupakan kitab samawi yang paling akhir penurunannya.
Kedua, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. ini menunjukan bahwa kalam/wahyu yang diturunkan kepada nabi sebelumnya tidak bisa dinamakan al-Qur’an.
Ketiga, al-Qur’an disampaikan melalui perantara Malaikat Jibril AS.
Keempat, al-Qur’an diturunkan dalam bentuk lafal Arab.
Dari keempat unsur al-Qur’an tersebut di atas, dapatlah dikatakan bahwa definisi al-Qur’an ialah kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. dalam bentuk lafal Arab dengan perantara Malaikat Jibril. Sedangkan hal-hal lain seperti dinukilkan kepada kita dengan mutawatir, diawali dengan surat al Fatihah dan diakhiri dengan surat an Nas, serta ditulis dalam mushaf.
B. Proses Penurunan serta Pemeliharaannya
Ada beberapa pendapat mengenai proses penurunan al-Qur’an dari Allah sampai kepada Nabi Muhammad. Perbedaan pendapat ini pada dasarnya dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa al-Qur’an diturunkan sekaligus (dari awal sampai akhir) ke langit dunia pada malam al Qadar. Kemudian sesudah itu diturunkan secara berangsur-angsur dalam tempo 20, 23, atau 25 tahun sesuai dengan perbedaan pendapat diantara sesama mereka.
Kedua, golongan yang berpendirian bahwa al-Quran diturunkan ke langit bumi bagian demi bagian pada setiap malam al-Qadar karena tidak ada kesepakatan dikalangan kelompok ini. Jadi, menurut mereka, setiap datang malam al-Qadar pada setiap Ramadhan, bagian tertentu dari al-Qur’an diturunkan ke langit dunia sekadar kebutuhan untuk selama satu tahun, samapi ketemu malam al-Qadar tahun berikutnya. Menurut pendapat ini, penurunan al-Qur’an bagaikan sisitem paket yang dilakukan sekali dalam satu tahun, tepatnya pada setiap malam al-Qadar.
Ketiga, aliran yang menyimpulkan bahwa al-Qur’an itu untuk pertama kalinya diturunkan pada malam al-Qadar sekaligus, dari lauhil mahfudz ke baith al-‘Izzah dan kemudian setelah itu diturunkan sedikit demi sedikit dalam berbagai kesempatan sepanjang masa-masa kenabian/kerasulan Muhammad SAW.
Berkenaan dengan proses penurunan al-Qur’an, al-Zarqani menyebutkan tiga macam tahapan:
Tahapan pertama, al-Qur’an diturunkan Allah ke lauhil mahfuzh, sesuai dengan ayat:
بل هو قران مجيد. في لوح محفوظ. (البروج:٢١-٢٢)
Artinya: Bahkan yang didustakan mereka itu ialah al-Qur’an yang mulia. Yang tersimpan di Lauhil Mahfuzh. (QS. al-Buruz: 21-22).
Tahapan Kedua, al-Qur’an diturunkan dari Lauhil Mahfuzh ke Bayt al-‘Izzah di langit dunia, sesuai dengan beberapa ayat:
انّا انزلناه في ليلة مبركة انّا كنّا منذرين.(الدخان:٣)
Artinya: Sesungguhnya Kami menrunkannya (al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi, dan Sesunguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (QS. ad-Dukhan:3).
Tahapan ketiga, al-Qur’an dari Bayt al-‘Izzah kepada Nabi Muhammad SAW. dengan perantara malaikat Jibril AS, seperti tertera dalam ayat:
نزل به الرّوح الامين على قلبك لتكون من المندرين. (الشعراء:١٩٣-١٩٤)
Artinya: Dia (al-Qur’an) dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril). Kedalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan. (QS. as-Syu’ara’: 193-194).
Dari keterangan diatas dapat dipastikan bahwa al-Qur’an untuk pertama kali diturunkan pada malam hari, yang oleh al-Qur’an sendiri dijuluki sebagai lailatul qadar dengan lailatul mubarakah.
al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit atau munajjam menurut bahasa Ulumul Qur’an. Tetapi, ada sebagian surat yang diturunkan sekaligus, diantaranya ialah surat al-Fatihah dan surat ad-Dahr, surat al-Fatihah bahkan merupakan surat pertama al-Qur’an yang diturunkan sekaligus hanya saja jumlahnya amat sedikit.
Sejarah pemeliharaan al-Qur’an adalah al-Qur’an sendiri yang menyatakan keotentikan/orisinilitas al-Qur’an dijamin oleh Allah SWT. sesuai dengan firmanNya :
انّا نحن نزّلنا الذّكر وانّا له لحافظون.(الحجر: ٩)
Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan ad-Dzikr (al Qur’an), dan sesungguhnya kami jugalah yang benar-benar memeliharnya. (QS. al-Hizr: 9)

Adapun secara global pada dasarnya dapat ditelusuri dari empat tahapan besar, yaitu:
1. Pencatatan al-Qur’an di Zaman Rasulullah
2. Penghimpunannya di zaman Abu Bakar as Shiddiq
3. Penggandaan al-Qur’an pada zaman Utsman bin Affan
4. Percetakan al-Qur’an pada abad ke-17 Masehi.
C. Pengertian Wahyu serta Tata Cara Penyampaiannya
Secara etimologi wahyu berasal dari kata وحى- يحى- وحيا yang berarti suara, api, kecepatan, bisikan, rahasia, isyarat, tulisan dan kitab. Al-Qur’an sendiri yang didalamnya tersebut 77 kali kata wahyu, kebanyakan dalam bentuk فعل menggunakan kata wahyu untuk beberapa pengertian diantaranya:
1. Wahyu dalam arti ilham
2. Wahyu dengan arti perintah
3. Wahyu dalam arti bisikan atau bujukan
4. Wahyu dengan arti isyarat.
Secara terminologi wahyu adalah pengetahuan yang didapat seseorang di dalam dirinya serta diyakininya bahwa pengetahuan datang dari Allah, baik dengan perantara maupun tanpa perantara. Demikianlah definisi wahyu yang digunakan al-Qur’an untuk menunjuk pemberitahuan Allah kepada nabi-nabi sudah berlainan kali dengan pengertian bahasanya.
Cara penyampaian wahyu tertera dalam al-Qur’an surat as-Syura ayat 51,
وما كان لبشر ان يكلمه الله الاّ وحيا او من وراء حجاب او يرسل رسولا فيوحي باذنه مايشاء انّه علىّ حكيم. (الشور: ٥١)
Artinya: Dan tidak mungkin bagi seseorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia, kecuali dengan perantaraan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengutus seseorang utusan malaikat lalau diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang ia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. (QS. as-Syura: 51).
Ayat diatas menunjukan tiga macam cara penyampaian wahyu Allah kepada para Rasul dan Nabi-Nya, yaitu:
1. Allah mencampakan pengetahuan ke dalam jiwa nabi tanpa melalui perantara malaikat. Termasuk dalam ini mimpi yang benar seperti mimpinya Nabi Ibrahim AS ketika diperintahkan agar menyembelih putranya (Ismail AS) sebagaimana di ungkapkan kembali dalam al-Qur’an.
2. Allah memperdengarkan suara di balik tabir seperti yang dialami oleh Nabi Musa AS ketika menerima pengangkatan kenabiannya.
3. Melalui seorang utusan yaitu malaikat. Dalam hal ini ada dua macam:
a. Nabi dapat melihat malaikat jibril
b. Nabi tidak melihat malaikat jibril seperti suara lebah atau gemerincingnya suara lonceng.
Dari uraian diatas dapatlah di tarik kesimpulan bahwa cara-cara penyampaian wahyu Allah SWT. kepada para nabi itu pada hakekatnya melalui dua cara, yaitu:
1. Secara langsung, tidak melalui Malaikat Jibril
2. Tidak secara langsung, yaitu melalui perantara Malaikat Jibril.
D. Al-Qur’an Sebagai Wahyu
Al-Qur’an secara keseluruhan diturunkan dalam bentuk wahyu yang ketiga seperti yang tertera dalam al-Qur’an surah as-Syura’ ayat 51 diatas yang artinya tidak mengandung wahyu lain, sehingga dapat dikatakan bahwa al-Qur’an adalah bentuk wahyu yang paling tinggi.
Didalam al-Qur’an disebutkan bahwa al-Qur’an sepenuhnya berasal dari Tuhan dan tidak sedikitpun ada campur tangan Nabi Muhammad SAW. apabila beliau mengada-ada didalam al-Qur’an.
Al-Qur’an sebagai wahyu Allah, tentu saja al-Qur’an mutlaq bukan puitisasi penyair (pujangga), bukan mantra-mantra tukang tenung, bukan bisikan syaithan yang terkutuk; bahkan juga bukan sabda Nabi Muhammad SAW. pendeknya, al-Qur’an adalah kalam Allah SWT, bukan perkataan selain Dia.


BAB III
IKHTITAM

KESIMPULAN
Al-Qur’an memiliki unsur-unsur yang di sepakati oleh pakar-pakar ilmu al-Qur’an, Dari unsur-unsur tersebut dapatlah dikatakan bahwa definisi al-Qur’an ialah kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. dalam bentuk lafal Arab dengan perantara Malaikat Jibril. Sedangkan hal-hal lain seperti dinukilkan kepada kita dengan mutawatir, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas, serta ditulis dalam mushaf.
Tatacara penurunan al-Qur’an sendiri terdapat beberapa tahapan yakni berangsur-angsur tetapi ada sebagian surat yang diturunkan sekaligus, diantaranya ialah surat al Fatihah dan surat ad-Dahr, surat al-Fatihah bahkan merupakan surat pertama al-Qur’an yang diturunkan sekaligus hanya saja jumlah suratnya teramat sedikit. Dan proses pemeliharaannya secara global pada dasarnya dapat ditelusuri dari empat tahapan besar, yaitu: pencatatan al-Qur’an di Zaman Rasulullah, penghimpunannya di zaman Abu Bakar as-Shiddiq, penggandaan al-Qur’an pada zaman Utsman bin Affan dan yang terakhir percetakan al-Qur’an pada abad ke-17 Masehi.
Wahyu mempunyai pengertian tersendiri yakni pengetahuan yang didapat seseorang di dalam dirinya serta diyakininya bahwa pengetahuan datang dari Allah, baik dengan perantara maupun tanpa perantara. Tata cara penyampaian wahyu Allah SWT. kepada para nabi itu pada hakekatnya melalui dua cara, yaitu: yang pertama secara langsung, tidak melalui Malaikat Jibril dan yang kedua tidak secara langsung, yaitu melalui perantara Malaikat Jibril.
Al-Qur’an sebagai wahyu Allah, tentu saja al-Qur’an mutlaq bukan puitisasi penyair (pujangga), bukan mantra-mantra tukang tenung, bukan bisikan syaithan yang terkutuk; bahkan juga bukan sabda Nabi Muhammad SAW. pendeknya, al-Qur’an adalah kalam Allah SWT, bukan perkataan selain Dia.



DAFTAR PUSTAKA

1. as-Shalih Subhi, Dr. 1999. Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.
2. Suma H. Muhammad Amin, Prof. DR. SH. MA. 2000. Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.
3. Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof Dr. H. Ahmad Sukardja, Dr. Badri Yatim, Dr. Dede Rosyada, Drs. Nasrudin Umar, MA. 2001. Sejarah dan Ulum al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.













0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More