Keluarga Besar Mahasiswa Peradilan Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mengucapkan "SELAMAT & SUKSES ATAS TERSELENGGARANYA MOPA (MASA ORIENTASI KBPA) GINTUNG 21-22 MARET 2015"

Peran Pemerintah Terhadap Pemungutan Zakat (Siyasah Maliyah)

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Zakat merupakan kajian siyasah maliyah dalam persfektif Islam tidak terlepas dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang dalam prakteknya dikembangkan oleh Khulafa ar-Rasyidun serta pemerintahan Islam sepanjang sejarah. Siyasah maliyah adalah salah satu bagian terpenting dalam sistem pemerintahan Islam, karena menyangkut tentang anggaran belanja Negara. Zakat adalah salah satu sumber dari keuangan Negara . Zakat merupakan Ibadah dan kewajiban sosial bagi paradigm (hartawan) setelah kekayaannya memenuhi batas minimal (nishab) zakat dan rentan waktu satu tahun. Tujuannya untuk mewujudkan pemerataan keadilan dalam ekonomi. Zakat juga merupakan sumber dana potensial strategis bagi upaya membangun kesejahteraan ummat . Kata Zakat beasal dari bahasa arab yang berarti bertambah, tumbuh, dan berkembang, bersih dan suci. Secara istilah syar’I zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam, menurut jumhur ulama, zakat ditetapkan pada tahun kedua hijrah. Namun, menurut sebagian ulama, seperti at-Thabary, ibadah ini telah ditetapkan ketika Nabi masih berada di Mekkah. Ia beralasan pada ayat al-Qur’an surat Fushilat: 41 yang mencela orang-orang musyrik yang tidak membayar zakat dan mengingkari hari akhirat. Menurutnya, yang dimaksud zakat dalam ayat ini adalah zakat harta. Penegasan kewajiban Zakat ini didukung pula oleh ijma’ para ulama yang menempatkannya sebagai bagian dari rukun Islam. Karenanya Abu Bakar bersikukuh memerangi orang-orang yang mengingkari dan enggan membayar Zakat ini setelah ia diangkat menjadi Khalifah.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana Peran Pemerintah dalam Pemungutan Zakat ?
2. Bagaimana Respons Masyarakat Terhadap Gerakan Sadar Zakat Pada Masa Pemerintahan Presiden Megawati di Indonesia?
3. Apa Hikmah Pemungutan Zakat?

BAB II
PERAN PEMERINTAH DALAM PEMUNGUTAN ZAKAT


Pada awal Islam, zakat dikelola Negara/pemerintah pendapat ini memang dapat diperdebatkan. tetapi, Rasulullah diposisikan sebagai Nabi dan negarawan maka keberadaan beliau adalah sebagai pemimpin Negara dan pemerintahan. Praktik semacam ini diteruskan juga pada masa Abu Bakar as-siddiq, warga yang enggan membayar zakat diperangi. Beliau merasa mengefektifkan penghimpunan zakat. Dalam pendistribusian zakat misalnya, Umar bin Khattab ra tidak memberikan bagian zakat kepada mu’alafah qulubuhum (pemula muslim) karena pertimbangan politis .
Dasarnya, perintah Allah dalam al-qur’an. Kata zakat dalam berbagai bentuk dan konteksnya disebutkan dalam al-Qur’an sebanayk 60 kali, 26 kali diantaranya disebut bersama-sama dengan shalat, ini menujukan bahwa ibadah shalat dilaksanakan idealnya dimanifestasikan kedalam pembersihan diri dan harta untuk membantu mereka secara ekonomi mengalami kekurangan, diantaranya ayat-ayat al-Qur’an yang menunjukan kewajiban tersebut adalah QS. an-Nisa: 77, al-Baqarah:277.
Adapun macam-macam zakat ada dua yaitu: Pertama, zakat fitrah yitu mengeluarkan makanan pokok seberat 2,5 kg atau 3,1 liter diberikan kepada yang berhak menerimanya., waktunya pada bulan ramadhan sampai sebelum shalat idul fitri. Kedua, zakat mal (harta) meliputi zakat profesi, binatang ternak, emas, perak, makanan yang mengenyangkan dan sejenisnya, buah-buahan dan harta peniagaan. Jadi, selama yang dilakukan adalah usaha yang baik dan halal, maka penghasilannya sepanjang telah memenuhi nisab (batas minimal) dan haul (satu tahun) dengan menggunakan metode qiyas, maka wajib dijakati. Zakat sebagai ibadah maliyah baru diwajibkan ketika seseorang yang memiliki harta memenuhi syarat yaitu: Islam, Merdeka, Milik sempurna, Cukup Satu Nisab, dan Satu tahun .
Umar bin Khattab berpendapat, bisa saja zakat dibagikan kepada salah seorang mustahiq, bisa juga diberikan secara rata namun, yang perlu dipertimbangkan adalah tujuan zakat yang mana zakat untuk menjadikan mereka tidak lagi menerima zakat melainkan berupah menjadi pembayar zakat atau mengubah mustahik menjadi muzaki. Selama ini yang dipraktekan dalam masyarakat, pendistribusian zakat lebih diorientasikan kepada pembagian zakat, sehingga begitu zakat dibagi, pihak yang konsumtif, sehingga begitu zakat pihak yang menerima hanya dapat memanfaatkannya untuk kepentingan konsumtif bahkan sesaat. Jika sasaran utama zakat adalah mengubah mustahik menjadi muzaki, hal tersebut tidak kan tercapai karena pola dan sistem pengelolaan dan pengembangannya kurang pas.
Pembagian zakat secara konsumtif boleh jadi masih diperlukan tetapi harus perlu ditinjau dan dipertimbangkan kembali, namun tidak semua harta aghniya dihabiskan. Artinya ada sebagian yang lain yang lebih besar, dikelola dan didistribusikan sebagai investasi, untuk memberikan modal kepada para mustahiq, dan selanjutnya dengan investasi tersebut, merteka dapat membuka usaha, dan lambat laun mereka akan memiliki kemampuan ekonomi yang memadai.
Pada sektor jasa seperti dokter, konsultan, mubaligh dan lain-lain secara ekonomi lebih menjanjikan juga wajib dikeluarkan zakatnya jika persyaratan minimal dan rentan waktu satu tahun telah terpenuhi. Alangkah tidak adilnya apabila petani dikenakan zakat setiap panen, sementara sector jasa yang penghasilannya boleh jadi berlipat-lipat, tidak dikenakan zakat.
Oleh karena itu, dapat ditegaskan bahwa pemerintah dengan merefer pada pesan QS. at-Taubah:103, menjadi pelopor dan bertanggung jawab atas efektif dan tidaknya gerakan, pengelolaan, dan pendistribusian zakat. yang terpenting adalah pengelolaan dan pendistribusiannya perlu dipikirkan kembali efektifitas, profesionalitas dan akuntabilitas manajemen pengelolaannya .
Zakat yang bukan hanya sekedar berfungsi untuk membebaskan wajib zakat, melainkan juga memiliki dimensi sosial dan kemanusiaan yang mendala. zakat berupaya membantu mereka yang ekonominya lemah sbagaimana telah sedidkit dipaparkan diatas. karena itu pelaksaan zakat tidak cukup diserahkan kepada kesadaran masing-masing para wajib zakat. Pemerintah dapat meminta secara langsung, bahkan memaksa wajib zakat untuk membayar zakatnya. Hal ini didasarkan instruksi Rasulullah kepada para sahabat diantaranya Muadz bin Jabal yang dikirim ke Yaman. Beliau berpesan kepadanya untu mengajak penduduk Yaman menerima Islam dan melaksanakan shalat. Bila mereka mematuhinya, Nabi meminta Muadz untuk menyampaikan kewajiban zakat atas orang kaya dan didistribusikan kepada mereka yang miskin.
Ibnu Hazm al-Andalusi tokoh mazhab ad-Zahiri berpendapat bahwa pemerintah berhak menggunakan kekuasaannya untuk memaksa orang kaya. Bahkan pemerintah pun berhak menuntut hak-hak orang miskin yang terdapat pada harta orang kaya selain zakat tersebut.
Selanjutnya harta zakat yang dikumpulkan pemerintah melalui lembagaamil didistribusikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya kepada asnhaf delapan dan dapat disesuaikan dengan perkembangan masa dan tempat. Dalam konteks ke-Indonesiaan, ada pengertian yang perlu dikembangkan, contoh fisabilillah. Oleh karena itu pendapat sebagian pengikut mazhab Hanafi tentang hal ini cukup relevan untuk diangkat. Menurut mereka fisabilillah diimaksudkan sebagai orang yang sedang menuntut ilmu dijalan Allah. Berdasarkan pandangan ini, maka orang yang sedang menuntut ilmu dan membutuhkan biaya yang besar berhak memperoleh bagian zakat .
Pengumpulan dan pendistribusian zakat menjadi kewajiban Negara sebagaimana dipraktekan Nabi, Abu Bakar, dan Umar. Namun demikian, Negara tidak bisa campur tangan dalam menentukan siapa saja yang berhak menerima zakat. Kelompok penerima zakat sudah ditentukan oleh al-Qur’an hanya delapan saja dan ini disepakati oleh seluruh ulama.
Amilin yang berperan aktif untuk kepentingan zakat berhak menerima bagian zakat. Disamping itu, zakat pun dapat diberikan kepada orang yang hatinya cenderung kepada Islam atau hatinya masih lemah, baik yang kaya maupun yang miskin. Hal ini dapat menunjukan yang secara psikologis perhatian Islam terhadapnya sangat besar. Pendistribusian terhadap mualaf ini tentu juga harus dipertimbangkan efektifitas dan kemaslahatan. apabila ternyata tidak efektif dan tidak berdampak positif, maka orang yang baru masuk Islam tidak perlu di Zakati lagi. Sebagaimana penuturan Umar bin Khatattab yang telah sedikit disinggung diatas.
Secara normatif maupun historis, secara tegas memposisikan pemesrintah sebagai penanggung jawab untuk memplopori dan mensukseskan pengelolaan zakat. Oleh karena itu di Indonesia ada lembaga amil zakat yang ditugasi oleh pemerintah untuk mengelola, mendistribusikan dan melaporkannya. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat, pasal 3 menyatakan: pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzaki, mustahik dan amil zakat.
Tujuannya ditegaskan dalam pasal 5 ayat 1, yaitu meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntutan agama; ayat 2 meningkatnya fungsi dan pranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial dan ayat 3 meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.

Merespons Gerakan Sadar Zakat
Pada Bulan Nopember 2001 dalam peringatan Nuzulul Qur’an Presiden Megawati mencanangkan Gerakan Sadar Zakat (GSZ). GSZ tersebut sangat positif meskipun terlambat. Pertama, pemerintah sendiri pada tanggal 23 September 1999 telah mengesahkan UU No. 38 tentang Pengelolaan Zakat. Menteri Agama juga telah menindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Agama No. 581 kemudian diperbaharui lagi oleh SK Menteri Agama RI No. 373 tahun 2003 yang mengatur pelaksanaan UU tersebut. Kedua, zakat telah disyariatkan sejak awal hingga pada masa khulafaur rasyidin, dikelola pemerintah atau yang ditugasi untuk itu.
Ditinjau dari persefektif pencapaian tujuan utama zakat, gerakan sadar zakat maka pelaksanaan UU no. 38 tahun 1999 tersebut perlu diefektifkan pada semua tingkatan. Disini dipahami adanya kendala psikologis dimata umat, yaitu rendahnya kepercayaan (trust) umat kepada amil. Pemerintahan kita terlanjur diketahui orang lain karena kita sendiri tahu tetapi tidak pernah dapat membuktikan bahwa tingkat korupsinya begitu besar. Maka wajar jika umat gamang dan khawatir, apakah pemerintah dapat merubah tradisi dan budaya korupsi yang sudah meradang. Yang ditakutkan pengelolaan yang diserahkan juga akan dikorupsi.
Persoalannya sekarang bagaimana upaya mengefektifkan keberadaan Badan Amil Zakat (BAZ) pada setiap tingkatan. tentu saja dilakukan dengan tidak serta merta menghilangkan peran serta masyarakat. Karena UU No. 38 tahun 1999 juga masih memberikan wewenangn kepada masyarakat melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ). Ada aturan LAZ tersebut perlu dikukuhkan dan melaporkannya kepada pemerintah menurut criteria tertentu. Ini bermaksud agar antar BAZ dan LAZ ada koordinasi intensif, sehingga terjadi tumpang tindih diantara keduanya.
Terbentuknya BAZ ini terkesan pemerintah campur tangan dalam persoalan zakat. Tetapi selama pengelolaan zakat tersebut baik, para ulama menganggapnya sesuatu yang terpuji. Yusuf al-Qardhawi mengemukakan alasannya: Pertama, Terjaminnya pelaksanaan syari’at zakat. Kedua, Pemerataan. Ketiga, Memelihara air muka para mustahik. Keempat, Penerima zakat tidak harus individual. Selama pengelolaan zakat masih dikelola secara amatiran, maka selama itu pula tujuan disyariatkannya zakat tidak akan pernah tercapai. Oleh karena itu gerakan sadar zakat ini akan menjadi slogan politik saja, selama tidak ada perbaikan secara signifikan di dalam memanajnya.
Dalam UU No. 38 tahun 1999 pasal 14 ayat 3 yang dinyatakan didalamnya tentang zakat sebagai pengurangan pajak. Konsep zakat sebagai pengurangan harta kena pajak ini cukup positif, meski tujuannya tidak sama persis, karena zakat lebih difokuskan kepada pemberdayaan ekonomi masyaraka, khususnya delapan kelompok mustahik termasuk kepentingan umum. Sementara paja pemanfaatannya lebih umum, sesuai dengan kepentingan Negara dan pemerintahan itu sendiri. Sepanjang dalam hal zakat sebagai pengurang pajak tidak ada masalah, yakni karenanyabetapapun zakat merupakan kewajiban sosial yang memiliki pesan-pesan transcendental, yang jika tidak dilaksanakan akan mengganggu keutuhan kemusliman seseorang. Sedangkan pajak merupakan kewajiban setiap warga Negara apapun agamanya.
Oleh karena itu marilah kita merespons dan dukung GSZ agar saudara-saudara kita yang mengalami kekurangan, dapat segera dientaskan. Pasal 29 Kepmenag RI No. 373 tahun 2003 menegaskan tentang prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif .

Hikmah Zakat
Islam menganjurkan kepada pemeluknya agar supaya mencari rizki sebanyak-banyaknya degan cara yang halal. Karena dengan demikian, mereka yang kaya dapat membantu fakir miskin, baik dengan cara wajib zakat maupun dengan sadaqah dan infaq. Wahbah al-Zuhaili menyatakan, ada empat hikmah utama zakat, yakni : Pertama, memelihara harta dan membentengi dari pandangan mata dan tangan panjang orang-orang pendosa dan durhaka. Kedua, menolong orang-orang fakir yang membutuhkan. Ketiga, membersihkan jiwa dari segala macam penyakit kikir dan bakhil. dan Keempat, Sebagai ungkapan rasa syukur atas segala kenikmatan yang telah dilimpahkan oleh Allah SWT. Pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan Negara memeberikan pos-pos pengeluaran dan belanja negar dari beberapa sumber pendapatan Negara yang salah satunya zakat, yaitu: memberantas kemiskinan, pertahanan Negara, pembangunan hukum, pembangunan infrastruktur dan fasilitas sosial, dan pendidikan .

BAB III
KESIMPULAN

Zakat yang bukan hanya sekedar berfungsi untuk membebaskan wajib zakat, melainkan juga memiliki dimensi sosial dan kemanusiaan yang mendala. zakat berupaya membantu mereka yang ekonominya lemah sbagaimana telah sedidkit dipaparkan diatas. karena itu pelaksaan zakat tidak cukup diserahkan kepada kesadaran masing-masing para wajib zakat. Pemerintah dapat meminta secara langsung, bahkan memaksa wajib zakat untuk membayar zakatnya. Hal ini didasarkan instruksi Rasulullah kepada para sahabat diantaranya Muadz bin Jabal yang dikirim ke Yaman. Beliau berpesan kepadanya untu mengajak penduduk Yaman menerima Islam dan melaksanakan shalat. Bila mereka mematuhinya, Nabi meminta Muadz untuk menyampaikan kewajiban zakat atas orang kaya dan didistribusikan kepada mereka yang miskin.
Pada Bulan Nopember 2001 dalam peringatan Nuzulul Qur’an Presiden Megawati mencanangkan Gerakan Sadar Zakat (GSZ). GSZ tersebut sangat positif meskipun terlambat. Pertama, pemerintah sendiri pada tanggal 23 September 1999 telah mengesahkan UU No. 38 tentang Pengelolaan Zakat. Menteri Agama juga telah menindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Agama No. 581 kemudian diperbaharui lagi oleh SK Menteri Agama RI No. 373 tahun 2003 yang mengatur pelaksanaan UU tersebut. Kedua, zakat telah disyariatkan sejak awal hingga pada masa khulafaur rasyidin, dikelola pemerintah atau yang ditugasi untuk itu.

Daftar Pustaka
Iqbal , Muhammad, Drs, M.Ag., Fiqh Siyasah “Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam. Cet. 2. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.
Rofiq, H. Ahmad, Prof. Dr., MA., Fiqh Kontekstual “Dari Normatif Dengan Kepemaknaan”. Cet 2. Jakarta: Pustaka Pelajar. 2004.
Prof. H. A. Djazuli, Fiqh Siyasah “Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-Rambu Syari’ah”. Cet. 3. Jakarta: Kencana. 2003.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More