Keluarga Besar Mahasiswa Peradilan Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mengucapkan "SELAMAT & SUKSES ATAS TERSELENGGARANYA MOPA (MASA ORIENTASI KBPA) GINTUNG 21-22 MARET 2015"

Ayat Pembentukan Keluarga

BAB I
PENDAHULUAN

Terbentuknya suatu keluarga itu yakni dari sebuah pasangan laki-laki dan wanita yang melakukan sebuah ikatan perjanjian. Allah mencipatakan manusia berpasang-pasangan untuk menjalin silaturrahim dan saling mengenal diantara keduanya. Dari keluarga inilah muncul masyarakat yang baik yang dapat melaksanakan syariat Allah dan sendi-sendi agama Islam yang lurus. Sebagaimana Allah telah memerintahkan secara umum untuk bertakwa, menyambung silaturrahim, dan interaksi antara suami dan isteri serta menyandingkan antara taqwa kepadanya dengan perintah untuk berbuat baik kepada keluarga dan melarang memutuskan tali silaturrahim.
Di dalam ikatan perjanjian merupakan suatu ungkapan yang mulia. Sehingga, ungkapan itu mengeluarkan ungkapan perkawinan dari ikatan hak milik; Perkawinan diungkapkan sebagai mitsaqon ghalidhon (perjanjian yang kuat). Dalam ungkapan ini menuntut untuk adanya pemeliharaan, kasih sayang dan kecintaan. Dengan demikian perkawinan adalah sebuah ikatan perjanjian yang mulia dan ikatan yang kuat, mengikat qalbu dan menyatukan kemaslahatan demi terbentuknya keluarga yang harmonis, sakinah mawaddah warahmah. Kebahagiaan hidup dalam berumah tangga untuk terbentuknya keluarga yang sakinah mawaddah warahmah harus dilandaskan atas tiga unsur: ketentraman, kecintaan dan kasih sayang. Firman Allah dalam al-Qur'an:
وَمن ايته ان خلقكم من انفسكم ازوج لتسكنوا اليها وجعل بينكم مودة ورحمة, انّ فى ذلك لايتٍ لقوم يتفكّرون.
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tentram bersamanya, dan dijadikannya diantara kalian rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. ar-Rum: 21)
Banyak orang yang menjadikan perkawinan sebagai sarana untuk memperkaya diri dari dan dengan harta istri ataupun harta suami. Mereka hanya berfikiran matrealistis yakni melakukan perkawinan didasari dengan ingin menguasai harta dari istri atau suami. Hal tersebut hanya menyebabkan bahtera rumah tangga yang terjalin itu runtuh. Bagi kehidupan berkeluarga untuk berjalan lebih baik dan menjadi produktif, anggota keluarga harus memiliki disiplin dan berkelakuan baik sifat mementingkan diri hendaklah dibuang jauh-jauh, sementara kerjasama dan saling berbuat baik harus digalakan diantara mereka semua dan jangan saling menganiyaya diantara keduanya.

BAB II
PEMBAHASAN
SURAT an-NISA AYAT 1
بسم الله الرّحمن الرحيمِ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.( النساء : 1
Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu dari dir yang satu, dan menciptakan darinya pasangannya Allah memperkembangbiakan dari keduanya laki-laki yang banyak dan perempuan. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (pelihara pula) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah Maha mengawasi kamu (QS. an-Nisa: 1)

Dari ayat diatas jelaslah tentang persoalan kitab suci yang merupakan jalan menuju kebahagiaan, dan jelas pula azas dari segala kegiatan yaitu tauhid, maka tentu saja diperlukan persatuan dan kesatuan dalam azas itu. Demikianlah surah an-Nisa mengajak agar senantiasa menjalin hubungan kasih sayang antar seluruh manusia. Karena itu, ayat ini walau turun di Madinah yang biasanya panggilan ditunjukan kepada orang yang beriman, (ياأيّها الذّين امنوا) namun demi persatuan dan kesatuan, ayat ini mengajak semua manusia yang beriman dan yang tidak beriman: Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada tuhan kamu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, kalimat ini mengadung arti Allah telah menciptakan manusia itu pada awalnya dari Adam, kemudian menciptakan darinya pasangan yaitu istrinya Hawa, selanjutnya Allah memperkembangbiakan dari keduanya itu laki-laki yang banyak dan perempuan pun demikian. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan pelihara pula hubungan silaturrahim. Jangan putuskan hubungan tersebut, karena apapun yang terjadi Sesungguhnya Allah terus-menerus sebagaimana dipahami dari kata كان yaitu Maha Pengawas Terhadap Kamu.
Perintah untuk bertaqwa kepada Tuhan (ربّكم ) kamu, tidak menggunakan kata Allah karena untuk lebih mendorong semua manusia berbuat baik, memelihara hubungan antara manusia dan sesamanya.
Berdasarkan penjelasan diatas Allah menyuruh makhluk-Nya untuk bertaqwa kepada-Nya, yaitu beribadah kepada-Nya yang Esa tanpa sekutu bagi-Nya. Dan Dia menciptakan dari diri yang satu, yaitu Adam a.s. mayoritas ulama memahami kalimat min nafsin wahidah (من نفس واحدة ) dalam arti Adam a.s. dan ada juga yang memahaminya dalam arti jenis lelaki dan wanita. Syeikh Muhammad Abduh al-Qasimi dan beberapa ulama kontemporer lainnya memahaminya demikian, sehingga ayat ini sama kaitannya dengan ayat lain:
Firman Allah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِير.
" Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".

Ayat diatas memang berbicara tentang asal kejadian manusia yang sama dari seorang ayah dan ibu, yakni sperma ayah dan ovum/indung telur ibu. Tetapi tekanannya pada persamaan hakikat kemanusiaan orang perorangan, karena setiap orang berbeda-beda ayah dan ibunya, tetapi unsur dan proses kejadiannya berbeda-beda ayah dan ibunya. Karena itu tidak wajar seseorang menghina atau merendahkan orang lain. Pada surat an-Nisa diatas, walaupun menjelaskan kesatuan dan kesamaan seseorang dari segi hakikat kemanuisiaannya, tetapi dalam konteksnya menjelaskan banyak tentang perkembangbiakannya mereka dari seorang ayah (Adam) dan ibu (Hawa). Dapat dipahami dalam sebuah pernyataan: "Allah memperkembangbiakan laki-laki yang banyak dan perempuan". Disini tentunya baru sesuai jika kata nafsin wahidah dipahami dalam arti ayah manusia seluruhnya adalah Adam as. dan pasangannya (Hawa) lahir dari mereka keturunan yang banyak baik laki-laki maupun perempuan.
"Dan Dia menciptakan dari diri itu (Adam) pasangannya, yaitu Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk adam bagian belakang yang sebelah kiri ketika dia sedang tidur. Kemudian Adam bangun dan dikejutkan oleh keberadaan Hawa. Keduanya pun saling tertarik. Dalam sebuah Hadits disebutkan:
إنّ المرْأةَ خُلقتْ منْ ضِلعٍ وإنّ أعْوَجَ شيءٍ في الضِّلع أعلاهُ, فإنْ ذهبتَ تُقيمه, وإنِ استمتعتَ بها وفيها عِوجٌ.
"sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Rusuk yang paling bengkok ialah yang paling atas. Jika kamu hendak meluruskannya, niscaya ia patah. Jika kamu ingin berbahagia dengannya berbahagialah, walaupun ia tetap bengkok."
Para mufasir terdahulu memahami bahwa istri Adam diciptakan dari Adam sendiri ditinjau dari kalimat زوجها yang secara harfiyah bermakna pasangan, yakni istri Adam a.s yang sangan populer bernama Hawa. Pandangan ini kemudian melahirkan pandangan negatif terhadap perempuan yang menyatakan bahwa perempuan adalah bagian dari laki-laki. Banyak penafsiran menyatakan bahwa pasangan adam itu (Hawa) diciptakan dari tulang rusuk Adam sebelah kiri yang bengkok, al-Qurthubi dalam tafsirannya menyatakan perempuan bersifat bengkok. Pandangan ini mereka perkuat dengan hadits Rasul SAW.; "Saling wasiat mewasiatlah untuk berbuat lebih baik kepada wanita. Karena mereka itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, kalau engkau membiarkannya dia tetap bengkok, dan bila engkau berupaya meluruskannya dia akan patah. (HR. at-Tirmidzi melalui Abu Hurairah). Hadits ini banyak dipahami oleh ulama terdahulu dalam arti harfiah, namun tidak sedikit ulama kontemporer memahaminya dalam arti metafora, bahkan ada yang menolak keshahihannya. Yang menyatakan metafora bahwa hadits itu mengingatkan para pria agar menghadapi perempuan dengan bijaksana, karena ada sifat dan kodrat bawaan mereka yang berbeda dengan laki-laki, sehingga bila tidak disadari akan mengatur laki-laki bersifat tidak wajar. Tidak ada yang mampu mengubah kodrat bawaan itu. Kalaupun ada yang berusaha, maka akibatnya akan fatal seperti tulang rusuk yang bengkok.
Menurut Sayyid Muhammad Rasyid Ridha ide kelahiran Hawa dari tulang rusuk Adam, termaktub dalam perjanjian lama. Dalam tulisannya: "seandainya tidak tercantum kisah kejadian Adam dan Hawa dalam perjanjian lama, niscaya pendapat menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam tidak pernah akan terlintas dalam benak seorang muslim." Perlu dicatat sekali lagi bahwa pasangan Adam itu diciptakan dari tulak rusuknya, maka itu bukan berarti bahwa kedudukan wanita-wanita itu lebih rendah dari pada laki-laki. Laki-laki lahir dari pasangan laki-laki dan perempuan begitu juga dengan perempuan. Oleh karena itu tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan antara keduanya.
Dalam kalimat lain ditegaskan خلق منها زوجها mengandung makna pasangan suami istri hendaknya menyatu sehingga menjadi diri yang satu, yakni menyatu dalam perasan dan pikiran, dalam cita-cta dan harapannya, dalam gerak dan langkahnya, bahkan dalam menarik dan menghembuskan nafasnya. Itu sebabnya perkawinan dinamakan زواج yang berarti "keberpasangan" disamping dinamai نكاح yang berarti penyatuan jasmani dan rohani.
Diriku adalah dirimu, dan jiwaku adalah jiwamu,
Jika engkau bercakap, kata hatiku yang engkau ucapkan,
Dan jika berkeinginan, keinginanku yang engkau cetuskan.
Demikian ucap seorang pecinta.

Dalam firman Allah juga disebutkan:
..... هنّ لباَسٌ لّكمْ وانتمْ لباسٌ لهُنَّ......(البقراة:187
……Mereka itu adalah pakaian bagi kalian dan kalian pun adalah pakaian bagi mereka…..(QS. al-Baqarah:187).

Dalam surat an-Nisa mengungkapkan perjanjian perkawinan dengan suatu ungkapan yang mulia, dengan demikian dalam ikatan perkawinan menuntut adanya pemeliharaan, kasih sayang dan kecintaan, serta ikatan kuat yang mengikat qolbu dan menyatakan kemaslahatan. Berpadulah perasaan keduanya dan bertemulah kesenangan serta cita-cita keduanya dalam menjalin hubungan bahtera rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah. Dalam sebuah perkawinan juga harus didasari dengan beberapa unsur yakni; ketentraman, kecintaan dan kasih sayang, agar terwujud keluarga yang baik sebagaimana telah diatur dalam agama supaya tidak terjadi hal yang buruk dalam bahtera rumah tangga yang menyebabkan kerusakan dalam keluarga (runtuh).
Allah berfirman dalam al-Qur'an:
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tentram bersamanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih sayang. Sesunguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum berfikir. (QS. ar-Rum: 21).
Pada kalimat selanjutnya وبثًّ منهما رجالا كثرا ونساء mengandung makna menyebarluaskan atau membagi-bagikan yakni mengembangbiakan dengan banyak, dalam terjemahan secara harafiyah "Allah memperkembangbiakan dari keduanya laki-laki banyak dan perempuan. Penggalan ayat ini menginformasikan bahwa populasi manusia pada mulanya bersumber dari satu pasangan, kemudian satu pasangan itu berkembang biak, sehingga menjadi sekian banyak pasangan yang terus berkembang biak, demikian selanjutnya sehingga setiap saat terus bertambah.
Pada pembahasan diatas terdapat kata lelaki yang disusul dengan kata banyak, sedang perempuan tidak dengan kata banyak. Berbagai macam redaksi yang diperoleh dari para ulama tentang kata tersebut. al-Biqa'i menyatakan walaupun sebenarnya perempuan itu kedudukannya lebih banyak dari lelaki, tetapi kata banyak pada kata tersebut lebih banyak menyusul kata lelaki itu mengisyaratkan bahwa lelaki itu memiliki derajat yang lebih tinggi dari perempuan, lebih kuat dan lebih jelas kehadirannya ditengah-tengah masyrakat dibandingkan perempuan. Menurut Fakhruddin ar-Razi, sebelum pendapat diatas serupa, kata banyak yang menyifati laki-laki dan bukan pada wanita karena laki-laki lebih ppopuler, sehingga banyak mereka lebih jelas. Ini juga peringatan tentang apa yang wajar dilakukan laki-laki yaitu keluar rumah menampakan diri di masyarakat, sedangkan perempuan wajar bersembunyi mengurung diri dan kelemahlembutan. Pendapat ini dikutip juga oleh Muhammad Sayyid Tantawi.
Pendapat diatas dipertegas oleh oleh Syeikh Muhammad Mutawalli asy-Sya'rawi; "Penyebaran di bumi seharusnya hanya buat laki-laki, karena Allah berfirman: Apabila telah ditunaikan shalat". Sedangkan perempuan menurut as-Sya'rawi tinggal dirumah agar menjadi tempat yang tenang dan laki-laki yang giat bergerak diluar, dengan demikian perempuan telah melaksanakan tugasnya.
Memang kata memperkembangbiakan mengandung makna yang banyak, sehingga wajar dipertanyakan mengapa ada lagi kata banyak yang dirangkaikan dengan kata laki-laki, tetapi kesan yang diperoleh oleh para ulama itu bersifat subyektif. Kita dapat menerima dan menolaknya, apalagi pakar-pakar bahasa menetapkan bahwa al-qur'an cenderung kepada penyingkatan redaksi, karena kata mereka walaupun di kalimat tersebut tidak disebutkan kata banyak setelah penyebutan kata perempuan tetapi pada hakikatnya mereka pun banyak.
واتقوا الله الذى تساء لون به pada kalimat ini objek taqwa adalah adalah Allah, tidak seperti kalimat sebelumnya Tuhan kamu, karena perintah ini adalah dalam konteks syariat, dan bukan lagi dalam konteks anjuran dan penekanan pada perlunya rasa aman, persatuan, dan kesatuan masyarakat. Dengan kata Allah diharapkan akan lahir rasa takut, apalagi dalam masyarakat jahiliyah pada saat itu, hak-hak orang lemah sering kali terabaikan. Ayat ini memerintahkan manusia menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, karena Allah SWT. Adalah dambaan dalam memenuhi kebutuhan mereka.
الارحام dipahami sebagian yang mengikuti (ma'thuf) dari objek taqwa, yakni bertaqwakah kepada Allah dan al-Arham. Sebagaimana diketahui kata taqwa dalam segi bahasa berarti memelihara, Bertaqwalah kepada Allah berarti memelihara diri dari siksa akibat pelanggaran atas perintah-Nya. Dalam kaitannya dengan al-Arham adalah memeliharanya agar tidak putus akibat perlakuan yang tidak wajar.
Allah menyandingkan antara taqwa kepada-Nya dengan perintah untuk berbuat baik kepada keluarga dan melarang dari memutuskan tali silaturrahim agar menegaskan akan kebenaran hal tersebut, dan bahwa sebagaimana wajibnya menunaikan hak-hak Allah, maka wajib pula menegakan hak-hak makhluk-Nya, khususnya yang termasuk kerabat keluarga diantara mereka, bahkan menunaikan hak-hak mereka adalah diantara menunaikan hak-hak Allah yang diperintahkan-Nya.
رقيبا kata ini diterjemahkan yaitu maha pengawas. Allah Maha Mengawasi artinya Allah melihat hamba-hambanya pada saat mereka diam, bergerak, yang dirahasiakan, maupun yang dinampakan, dan Allah mengawasi seluruk kondisi mereka yang mengharuskan adanya rasa pengawasan Allah dan malu yang mendalam terhadap-Nya dengan cara konsisten taqwa kepada-Nya. Dalam sebuah hadits disebutkan:
اعبدِ الله كأنّك تراه فإنْ لمْ تكنْ تراه فإنّه يراك.
"Beribadahlah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Bila kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu."

Hal ini merupakan masalah pengawasan Zat Yang Mengawasi. Oleh karena itu, Allah menceritakan bahwa makhluk itu berasal dari seorang bapak dan ibu agar mereka saling mengasihi satu sama lain. Allah pun mendorong supaya mengasihi pihak yang lemah.
Dari penjelasan diatas telah dikemukakan dalam konteks tuntunan menyangkut kehidupan rumah tangga serta perlunya hubungan silaturrahim, terdapat dalam tiga ayat dan dua diantaranya yaitu Q.S al-Ahzab: 52; "Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu tidak boleh menggati mereka dengan istri-istri yang lain, meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan hamba sahaya yang kamu miliki. Dan Allah Maha Mengawasi segala sesuatu." Teakhir QS. al-Maidah:17-18.





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Surat Annisa ini berhubungan dengan nuckleus masyarakat Indonesia , keluarga dan isu-isu yang berhubungan dengannya. dalam ayat ini bersandarkan pada isu-isu luas yang menyinggung masyarakat luas atau dalam istilah arabnya "ummah". Subjek keseluruhan surat ini kemudian adalah hubungan sosial manusia dan bagaimana mereka berhubungan dan saling bersaudara.
Allah memulai surat ini dengan perintah secara umum untuk bertakwa, menyambung silaturahim, dan interaksi antara suami dan istri, kemudian setelah itu Allah merinci perkara-perkara tersebut dengan perincian yang sempurna dari awal surat hingga akhirnya, dimana seolah-olah penjelasan surat ini didasari oleh perkara-perkara tersebut, merinci hal-hal yang disebut yaitu secara umum darinya dan menjelaskan hal-hal yang sama.
Didalam sebuah pembentukan keluarga itu terjadi sebuah ikatan perjanjian yang kuat, dalam suatu perjanjian yang kuat tersebut menuntut adanya pemeliharaan kasih sayang dan kecintaan. Dalam berkeluarga (ikatan perkawinan) itu dilandaskan atas tiga unsur yaitu ketentraman, kecintaan, dan kasih sayang agar didalam perkawinan itu terjadi kerukunan didalam rumah tangga, sehingga terhindar dari hal-hal yang menyebabkan rumah tangga tersebut akan runtuh.
Dalam surat ini juga disebutkan Allah Maha Pengawas artinya Allah melihat hamba-hamba-Nya pada saat mereka diam maupun bergerak, yang dirahasiakan maupun yang ditampakkan dan Allah mengawasi kondisi mereka, yang mengharuskan adanya rasa pengawasan Allah dan malu yang terdalam terhadap-Nya, dengan cara konsisten dalam takwa kepada-Nya dan dalam pemberitaan Allah menciptakan mereka dari diri yang satu dan bahwa Allah mengembangbiakan mereka di seluruh bagian bumi, padahal mereka berasal dari jiwa yang satu adalah agar mereka mengasihi satu sama lain dan berlaku lemah lembut.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Nasib ar-Rifa'I, Penerjemah. Drs. Syihabuddin. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1. Jakarta: Gema Insani Press. 2001.
Syeikh Muhammad Ghazali, Penerjemah. Drs. H.M. Qodirun Nur, Ahmad Musyafiq, S.Ag. Tafsir Tematik Dalam al-Qur'an. Jakarta: Gaya Media. 2005.
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah volume. 2. Ciputat: Lentera Hati. 2000.
Mahmud Syaltut. Tafsir al-Qur'anul Karim "Pendekatan Syaltut Dalam Menggali Esensi al-Qur'an. Bandung: CV. Diponegoro. 1990.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'adi, Penerjemah. Muhammad Iqbal, Lc. Dkk. Tafsir as-Sa'adi. Jakarta: Pustaka Sahifa. 2007.



0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More